fantasia

pagi itu, semua mata tertuju pada suna.

yang dilihati mana peduli— tetap jalan santai menuju kelasnya di ketiga paling ujung koridor lantai 2. banyak bisik-bisik sapa telinga, terutama membahas bagaimana bisa suna tiba-tiba jadi bersama kita dan bukan osamu.

jujur saja suna jelas mengetahui hampir semua orang menebak ia akan berakhir dengan sahabatnya itu. tapi apa daya—osamu sudah mengatakan dengan jelas bahwa ia tidak mau suna sebagai alphanya.

srak

geser pintu kelas, suna masuk dengan wajah santai hampir tanpa emosi, sebelum akhirnya mata menangkap bangku osamu kosong. ‘kemana perginya anak itu?’, pikiran suna sontak bertanya. namun pertanyaan itu dibungkam balik dengan ‘alah. paling telat sedikit.

pun suna duduk di kursinya. sedikit dikerubungi beberapa teman sekelas, kebanyakan mengucap selamat sekaligus menggoda tentang kita yang mana sang alpha hanya jawab lewat senyuman lebar ditambah ucapan makasih.

ah, iya. suna ingat sesuatu kala teman-teman yang tadi sudah balik pada tempatnya. kageyama— katanya mau dengar cerita, tapi mana adek kelasnya itu sekarang? muncul saja tidak. lalu secara kebetulan, ada notifikasi masuk dari yang baru saja dibicarakan.

‘bang rin, gue gak bisa ke kelas lo. mendadak ada quiz pagi.’ begitu isi pesan yang suna baca lewat pusat pemberitahuan.

ya sudah lah. toh suna lebih senang tidak perlu repot-repot jelaskan bagaimana bisa ia jadi bersama kita. terlalu rumit. ia juga masih sedikit merasa sakit hati kalau ingat ia ditolak osamu.

tanpa sadar bel sekolah berbunyi. tanda bahwa pelajaran sudah mau dimulai, dan suna menoleh ke samping untuk tetap mendapati bangku osamu kosong tanpa tuannya.

oke. kali ini suna mulai panik. osamu, omega itu jarang sekali bolos kelas. ada apa sebenarnya?

kita sedikit meringis.

suna, alpha itu benar-benar terlihat kacau ketika ia muncul di depan pintu kamarnya. tidak ada kalimat bisa melewati belah bibir kita, hanya tubuh berbicara agar suna untuk masuk ke dalam.

“kita, can i—can i hug you?” lirihan suna menusuk menyakitkan lewati udara— tidak ada waktu dibuang oleh kita, tangan sudah melingkar di leher suna dan tanpa sadar menarik alpha itu untuk tenggelam di perpotongan lehernya. tepat dimana scent glands-nya berada.

bisa dibilang, kita menyerahkan dirinya ke suna. juga membuka jalan untuk sang alpha di dalam pelukan agar lakukan scent marking padanya.

suna sadar hal itu. ia seharusnya menarik diri tetapi akal rasional seperti dikendalikan oleh scent kita yang sungguhan menjerat dirinya. maka dari itu badan langsung rileks, mengeluarkan scent-nya sendiri untuk lingkupi kita balik.

“suna, mau ngomong?” tangan kita perlahan memainkan helaian rambut suna yang mengangguk perlahan sebagai jawaban.

ada jeda 10 menit keheningan yang diisi oleh suara dentuman jantung serta tarikan nafas perlahan dari keduanya.

suna tarik nafas, secara rakus menghirup scent kita guna tenangkan pikiran, “gue tadi sempet ke kamar osamu.”

that explains a lot,” kita terkekeh, “aku bisa cium scent-nya dia di kamu. but you also smelled like distress, apa ada yang terjadi?”

yeah.. gue— gue tanyain ke dia, entah dia mau apa enggak kalau gue courting dia.”

tangan kita yang sedari tadi mengelus rambut suna terhenti. “jangan berhenti, kita. dia nolak gue, so you didn’t do anything wrong.

dengarnya, kita terkejut. osamu, serius? menolak suna? padahal ia yakin omega berambut abu itu menyukai suna.

tapi pada saat yang sama— hati bagaikan dipertemukan kebahagiaan. ada kesempatan baginya. suna, lelaki dipelukan, bisa jadi alpha-nya. pun tangan kembali lanjutkan apa yang sudah dilakukan sedari tadi.

“berarti dia memang bukan orangnya buat kamu untuk sekarang, suna. toh kan juga dia tolak tawaran courting-mu aja. bukan nolak buat bonding sama kamu. you can try it again, kalau kamu yakin kalian sesuai untuk satu sama lain.”

kita jelaskan begitu kalem, buat suna rasanya ingin tertidur di dalam pelukan sang omega— tenang, suna temukan tenang bersama kita.

i don’t think he want me as his alpha. jadi kayaknya, gue mau coba courting orang lain,”

“hum oke kalau begitu, kamu udah ada dipikiran mau courting siapa?”

suna ragu untuk jawab sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. ia meluruskan badan, menaikkan kepala— tatap kita tepat di mata.

“ka-kalau lo gak masalah, i would like to try with you, gue mau courting lo. maaf, kita, mendadak gini dan kayak berasa gue jadiin lo pelarian. tapi gue tau gue udah nyaman, i always found peace whenever i’m with you so that’s why i know for sure its just a matter of time for me to fall in love. kalau lo mau nolak sekarang, gak apa-apa. gue bakal coba lagi nanti.”

memang benar. segalanya mendadak. tapi kita tidak bisa mengendalikan senyum lebar hiasi wajah seketika, “iya, boleh. suna boleh courting aku.”

gila, scent mereka yang mengelilingi berubah begitu kuat— penuh dengan kebahagiaan dan penerimaan. ini yang selalu kita cari. ini yang selalu suna harapkan.

secara insting, suna menangkup pipi kita, menarik omega itu mendekat— lalu lakukan scent marking pada soon-to-be omega-nya itu sebagaimana semestinya, tidak seperti tadi yang penuh ketidaksengajaan serta terkesan platonic.

“gue bakal coba untuk menjaga lo sebaik mungkin mulai dari sekarang, kita.”

“suna,” osamu memanggil kala mereka berdua duduk di karpet dekat kasur. alpha itu baru saja datang beberapa menit yang lalu, gunakan hoodie hitam kesukaannya.

“hm?” jawabannya halus. seakan tertelan udara. jemari suna usak rambut osamu, sengaja keluarkan scent-nya untuk lingkupi mereka berdua guna tenangkan omega itu—secara non verbal berkata ‘say what you have in mind, it’s fine.

secara insting, badan osamu condong ke arah sentuhan suna dan matanya tertutup sambil tersenyum tenang. ia selalu suka kalau suna seperti ini, saat dirinya sedang dalam keadaan bingung apakah tidak apa-apa bila ia bertanya tentang hal yang sedari tadi siang ganggu pikiran.

“suna,” panggil lagi dalam gumaman, “tadi pagi.. waktu lo bikin indomie buat gue.. apa lo bareng sama kak kita? i could smell his scent all over you and your room,

elusan di rambutnya berhenti sebentar. tetapi dilanjutkan ketika suna menjawab, “enggak. i’m not with him. tadi dia di kamarku cuma mau ngomongin tentang masalah dorm doang.”

hilang. senyum osamu hilang. suna, kenapa ia bohong lagi? padahal jelas jelas sudah dikata bahwa osamu tangkap scent milik kita. kalau suna tidak bersama kita, maka darimana pula alpha itu bisa dapatkan scent-nya.

padahal osamu tidak apa-apa jika memang suna bersama kita. malahan ia akan kenapa-napa kalau suna berbohong seperti ini. karena seakan kecurigaannya terhadap suna dan kita benar adanya.

mereka hening sehabis itu, rasanya tidak lagi nyaman bagi osamu. hati sekarang campur rasa kesal, amarah, lalu sedikit rasa.. terkhinati? entah. tenggorokan bagaikan diterobos tongkat besi panas menahan tangisan keluar.

“oh iya, samu,” suna tarik jemari yang sedari tadi berumah di rambut osamu, “gue mau tanya.”

“tanya aja.” suara osamu terdengar lirih. sempat buat suna terhenyak, tapi diabaikan.

“kalau gue courting lo, apa lo mau?”

candaan macam apa ini? osamu tanpa sadar tertawa, walau pikiran berteriak ‘bodoh! suna serius padamu! kenapa tertawa?!’. hanya saja sayang sekali— osamu masih tenggelam dalam rasa yang menusuk relung akibat suna yang berbohong tadi.

di sela tawaan, osamu berkata “serius?” dengan nada yang sebenarnya tidak mau terdengar bagai mengejek namun jatuhnya begitu.

“.. enggak, forget about it, haha.” suna tersenyum paksa. disitu baru osamu sadar— diri sudah kelewatan terhadap alpha yang ia sukai.

uh-oh. osamu baru saja membuka mulut untuk meminta maaf, tetapi suna sudah berdiri duluan. “ini udah malem. lo mau nugas kan? gue balik aja ya,”

enggak, jangan,’ pikiran osamu melarang, yang keluar dari bibir malah “iya.”

ketika suna pergi, barulah hidung tangkap scent segar milik alpha itu berubah begitu menusuk— khas seseorang sedang dalam keadaan tersakiti.

kali ini osamu benar-benar fucked up.

benar-benar awkward. osamu lihati kita dengan tatapan yang— entahlah, seperti penuh amarah? layak seorang omega yang diganggu daerahnya.

pun kita hanya tersenyum kecil, “osamu.” katanya halus sambil menunduk sebentar lalu langsung pergi, yang mana osamu mengernyit. mata tetap mengikuti punggung omega yang lebih tua darinya itu. setelah hilang dari peredaran, barulah atensi dialihkan ke suna yang terdiam namun lumayan terlihat lelaki itu juga terkejut.

tapi osamu hanya mengangkat bahu pura pura tidak peduli walaupun hati berteriak ingin tau dan masuki kamar suna tanpa izin dari tuan rumah.

sial. scent milik kita ada dimana-mana. terutama di jaket yang sedang dipegang oleh pemiliknya. membuat hidung osamu terasa seperti terbakar menghirupnya.

“lo.. lo kok tiba-tiba kesini?” suna berkata setelah menutup pintu, sedikit berdeham seakan telah tertangkap basah melakukan sesuatu.

menaikkan alis, “gue tadi udah chat lo.” osamu goyang-goyangkan hp dimana layar menunjukkan chatnya yang tidak dibalas.

“oh, maaf, gue gak baca sam.”

“gapapa, lagian gue mau balik lagi.”

suna mengernyit bingung. secepat ini? osamu biasanya lama kalau sudah datang ke kamarnya. “kok? emang lo gak mau ngelakuin sesuatu gitu?”

yang ditanya mengerjap, lalu menggeleng. “nanti aja. toh lo juga mau ke kamar gue kan malem ini.”

benar juga sih. suna tidak jawab menggunakan suara, hanya mengangguk.

“yaudah, gue balik dulu ya.”

belum sempat suna mau berkata, osamu udah berdadah-dadah ria—suara pintu tertutup pun terdengar setelahnya.

ini aneh. ada sesuatu yang mengganggu osamu, suna bisa rasakan itu.

ketukan jadi tanda untuk suna agar segera berdiri dan membuka pintu— wajah kita yang sedikit tersenyum terpampang jelas setelahnya. dan, ah, suna juga bisa lihat bahwa omega itu mengenakan jaketnya. mengikuti apa yang ia katakan di chat tadi.

sadar mereka sedikit terlalu lama berdiri canggung depan pintu, suna langsung bergeser. beri kita jalan untuk masuk ke dalam kamarnya. “mampir dulu, kita. gue gak enak kalau lo langsung pergi gitu aja.”

“uhm.. kamu emangnya gak apa-apa?” kita berucap, mata mengerjap beberapa kali lihati isi kamar suna dari luar.

lucu sekali. suna terkekeh. “ya gakpapa lah. kalau kenapa-napa gue gak bakalan tawarin lo gitu. gih sini masuk dulu.”

akhirnya kita masuk, menggumam ‘permisi’ sambil menunduk sebentar. lihat itu suna paham kenapa kita bisa segitu dihormati oleh banyak orang di sekolah mereka.

keduanya hening setelah itu— kita masih melihati sekitar kamar suna tanpa sadar, dan suna yang hanya lihati kita sambil hirup perlahan namun sedikit seperti orang rakus scent milik kita yang masih manis walaupun tidak separah tadi.

make yourself comfortable, kita.” suna berucap sehabis 5 menit tanpa perbincangan. ucapannya membuat kita sadar, berhenti memandangi kamar suna yang minimalis karena bercorak dominan hitam-putih-abu. sedikit terlihat bahwa kita agak malu diri tidak menyadari lakukan hal yang tidak terlalu sopan tersebut.

yang lebih tua langsung melepas jaket yang sedari tadi masih digunakan, “ini jaketmu, suna. maaf jadi ada scent-ku lagi.”

suna ambil jaketnya itu, “hadeh, gue harus bilang berapa kali kalau gue gak masalah.”

“ah iya.. maaf. kalau gitu, aku permisi ya? mau mengerjakan tugas.”

kita tersenyum, suna hanya mengangguk dan membukakan pintu kamarnya. tepat ketika kita keluar,

ada osamu yang sudah berada di depan. terlihat terkejut dengan adanya kita bersama suna.

“eh? kak kita?”

“oi bang, lo kenapa?” kageyama bertanya tepat setelah practice match berakhir, seakan tau suna sedari tadi jadi tahanan akan pikiran.

suna tertawa. kembali minum air kala tenggorokan meraung haus. sial, benar-benar tidak ada yang bisa ia sembunyikan dari adek kelasnya ini. “gue.. gue belum cerita ya?”

yang ditanya menaikkan alis, menggeleng. lalu langsung duduk di samping suna yang mana sebelumnya ia berdiri. siap untuk dengarkan cerita dari kakak kelasnya itu.

“gue tadi pagi— gak pagi juga sih, jam 4 pokoknya— ketemu sama omega lagi heat di luar kamarnya.”

mata kageyama membulat, kaget. “bang??! terus jadinya lo—“

dengan sigap suna potong kalimat adek kelasnya, “ya enggak lah. kan gue udah bilang sama lo, gue mau courting samu. yakali gue hilang kendali gitu aja.”

“kan gue kira.. by the way, lo tau omeganya siapa bang?”

“tau. dan itu masalahnya,” suna usak rambut frustasi, “dari tadi pikiran gue isinya dia. hidung gue berasa selalu nyium scent-nya dia padahal dia gak ada disini. parahnya lagi gue rencana courting samu malam ini.”

kageyama diam sebentar. mungkin sekitar semenit atau dua menit, sebelum akhirnya berucap, “mungkin karena dia lagi heat pas lo ketemu dia bang, wajar kalau lo kepikat gini.”

benar juga. suna tepuk-tepuk bahu alpha yang lebih muda darinya itu, “makasih.” dan kageyama hanya membalas dengan menaikkan jempolnya.

ting

suara notifikasi hp jadi pemecah keheningan setelahnya. suna lirik sebentar, kemudian langsung buka secara cepat kala mata lihat bahwa yang mengirimi pesan adalah kita—omega yang sedari tadi menguasai pikiran.

suna hela nafas, kaki berjalan malas menaiki tangga ke lantai tiga—menuju dapur dimana ia harus buatkan sepiring indomie ditambah telur dan sosis untuk osamu.

koridor asrama terasa begitu mencengkam. sinar matahari belum masuk, sehingga semuanya gelap. tapi suna tidak takut, toh diri sudah terlampau sering melewati koridor-koridor ini pada jam larut malam seperti sekarang.

tetapi tiba-tiba sisi alpha-nya menggeram. hidung mencium sesuatu, aroma manis. begitu manis hingga akal rasional mulai hilang perlahan.

omega. ini pasti aroma seorang omega. tapi scent semanis ini— pasti omega yang sedang dalam heat.

orang ini pasti tidak waras, kenapa pada saat heat berada di luar kamar, pikiran suna mengerang. namun kaki tetap tidak berhenti melangkah menuju dapur yang kebetulan tempat dimana scent itu menguar dengan hebat.

gila. bisa gila. pengendalian diri suna hampir putus kala mata lihat omega yang sedang heat itu terdampar menyedihkan menyender pada counter kitchen— matanya menangis, wajah memerah dengan mulut terbuka mengucapkan kata-kata tanpa struktur.

suna tarik nafas dalam guna tenangkan diri, tetapi setelahnya mendebat apakah keputusannya benar begitu karena sekarang scent omega itu seperti melengket pada hidung. tapi tidak, tidak mau jadi bajingan—suna harus bisa melindungi omega ini.

setelah akal rasional mulai kembali, suna bisa kenali omega ini. kakak kelasnya, seorang anak berbakat, dorm leader. kita shinsuke.

ia berdeham, mencoba hilangkan rasa tidak enak di tenggorokan sekaligus untuk dapatkan atensi dari kakak kelasnya itu. walaupun suna tau pasti yang lebih tua dapat cium scent-nya sedari tadi.

“kita, kamar lo dimana?” suna jongkok depan kita, sedikit pegang bahu sosok rambut abu-hitam itu yang mana yang dipegang menggeliat,

“al-alpha— help— alpha—“ rintihan yang keluar benar-benar bisa buat suna kehilangan akal sehat dan menyerah pada sisi alphanya, tetapi sekali lagi suna tetap pada pendiriannya.

pun ia berdiri, walaupun kita tambah merengek dan menarik jaket yang digunakan, “n-no— alpha— ja-jangan pergi, st-stay,” tangannya buka lemari diatas kompor— ingat disitu selalu disediakan surpressants untuk situasi seperti ini.

ah. suna akhirnya sadar. kita, ia pasti keluar kamar dan ke dapur untuk mengambil surpressants— namun sayangnya heat sudah datang terlebih dahulu sebelum omega itu dapat meminum pil-nya.

suna kembali berjongkok ketika sudah ada satu pil surpressants dan botol minum di tangan, “hey, minum dulu ya?”

awalnya kita menolak. masih merengek. terjebak dalam belenggu heat. itu buat suna hela nafas, kemudian berucap “omega, minum.” dengan sedikit dominansi yang mana akhirnya kita ikuti.

setelah itu, suna sampirkan jaketnya untuk lingkupi kita— samarkan aroma manis dengan scent-nya. ia ambil kunci bertuliskan ‘754’ yang berada di kantong celana kita sebelum akhirnya membawa omega itu dengan bridal style.

ia pastikan kita sudah aman, lalu pergi ke kamarnya— tidak, suna tidak kembali ke dapur. ia mau mandi terlebih dahulu karena seluruh tubuhnya benar benar seperti tenggelam pada scent milik kita.

semoga aja samu masih lama jadi gue bisa buatin indomienya dulu tanpa dia curiga.

pintu putih dingin itu terbuka.

osamu tidak perlu menaikkan kepala untuk mengetahui siapa yang sekarang berjalan dan duduk di depannya. suna, sudah pasti, lelaki berpakaian hoodie merah maroon ini pasti suna rintarou. partnernya, dulu.

“lo bahkan gak mau lihat gue?” suna mencemooh, “tapi yaudah sih. gue juga gak apa-apa ngomong kayak gini.”

bukan, bukan begitu. osamu ingin lihat suna, ingin meminta maaf, ingin mengungkap bagaimana penyesalan akan khianati lelaki itu jadi penuhi relung hingga rasanya sesak. tetapi tidak bisa. osamu tetap menunduk. tenggorokan panas menahan tangisan.

tsumu is dead, huh? dan sekarang lo di penjara gini. ckck. gue sampai sekarang bingung lo dapat ide segila itu dari mana, samu?”

masih tidak ada jawaban. suna hela nafas. tangan mengarah ke rambut osamu—niatan mau mengusaknya seperti yang ia biasa lakukan dulu. tetapi tidak jadi. tangan suna kembali tertaruh rapi diatas meja besi dimana rantai yang memborgol tangan osamu melilit menyedihkan.

hampir mengerang, osamu tau suna tadi mau menyentuh rambutnya. 'tolong jangan ragu, arahkan tanganmu lagi, setidaknya beri tau aku bahwa kamu tidak membenciku,' pikiran berucap penuh pilu.

“hey, samu. do you ever wonder why i always worked hard for you, even though i never asked anything in return?” suara suna serak. kesedihan bisa dirasa menggumpal di sela-sela.

osamu tau itu pertanyaan serius. 'ayo, jawab, aku mohon, jangan buat dirinya tambah membencimu,' kali ini hatinya yang berteriak, memohon pada bibir untuk membuka, pada pita suara untuk berucap. hanya saja suna lebih dulu bersuara.

“itu karena gue sayang sama lo. bukan cuma karena lo partner gue, but it's truly because i love you, so fucking much that it hurts, lo gatau seberapa berat rasanya setelah tau lo khianatin gue gitu aja,”

as if i never mattered to you.

'enggak, rintarou, tolong, aku sayang kamu juga, you're important to me, more than anyone else, please save me, maaf aku udah pentingin persaingan dibanding kamu, i really need you back.'

isak tangis mulai terdengar. pelan, namun pasti. itu osamu, sudah tidak bisa tahan, terlalu banyak emosi meledak ledak dalam pikiran. tetapi bibir tetap tertutup. seperti telah dikutuk untuk tetap diam.

sebelum berkata suna terkekeh, telinga seakan tuli akan isakan osamu. “jujur, gue iri liat iwaizumi sama oikawa. atau semi sama shirabu yang setelah kejadian kemarin langsung jadian. it's like, how could they go that way so easily, sedangkan gue sama lo—gue rasa gue cuman bisa mimpi aja.”

kosong. setelah itu tidak ada yang berucap. osamu masih menunduk bergetar mencoba menahan tangis agar masih bisa terkontrol. suna tatap kosong dinding putih di belakang osamu.

beberapa menit kemudian suara derit bangku terdengar, suna berdiri. “waktu gue udah habis.” kali ini suna hanya menggumam, tangan tidak lagi ragu untuk mengusak rambut osamu yang langsung berubah kaku.

i love you, and goodbye, samu.

sepersekian detik sebelum peluru ditembak, iwaizumi pasang earbud di salah satu telinga—alat komunikasi khusus untuk memberi info pada suna,

“sekarang, suna!”

ada jeda satu mikrosekon dimana osamu dan akaashi terkejut akan nama yang iwaizumi panggil sebelum akhirnya seluruh senjata milik keluarga miya jadi non-aktif. melihat itu atsumu menggeram marah—menyuruh akaashi untuk mengambil alih lagi system-nya.

ini adalah kesempatan besar. tidak mungkin iwaizumi, oikawa, semi dan shirabu akan melewatkannya. tanpa kode, mereka langsung bergerak ke posisi masing-masing—berpisah jadi dua kubu, iwaizumi dan semi menghandle bagian depan sekaligus mencoba untuk memberantas sang kembar miya berserta akaashi, oikawa dan shirabu ke bagian belakang karena oikawa tidak diuntungkan dalam pertarungan jarak dekat oleh karenanya ia perlu berada sedikit jauh dari medan pertarungan. itu juga jadi alasan kenapa ia butuh shirabu untuk melindunginya.

dengan tidak adanya senjata, para orang bawahan keluarga miya seakan mainan. dengan mudah semi menebas, menari bersama katana diantara kepungan. bahkan iwaizumi tidak gunakan pistol. hanya bermodal tangan dan kaki saja. tetapi ada satu yang dilewatkan. yang berdiri di depan pintu utama sekarang hanya osamu dan akaashi saja, atsumu menghilang.

dan lelaki blonde itu tiba-tiba muncul di belakang oikawa yang masih sibuk mencari tempat yang bagus untuk membidik, ditambah lagi ia membawa sebuah kapak ditujukan untuk memenggal kepala sang model.

“woah, refleks lo bagus, congrats on avoiding that!” atsumu berkata ketika oikawa berhasil menghindari tebasan kapaknya. sial, ini tidak bagus. oikawa mendecih—dari sekian banyak musuh disini, atsumu lah match up paling buruk untuknya. jelas ia berada di sisi tidak diuntungkan.

belum lagi pistolnya sudah habis amunisi. tidak ada pilihan lain selain gunakan senjata milik keluarga miya yang tergeletak di lantai. tetapi oikawa tidak sempat untuk hubungi suna agar menyalakan senjatanya, atsumu sudah kembali mengayun kapaknya—membuat si rambut coklat menahan serangan tersebut dengan senjata dipegang kedua tangan yang automatis terbelah menjadi dua di depan matanya.

pun oikawa melompat mundur. mencoba menjauhi atsumu. tidak ada gunanya karena sekali lagi atsumu tidak beri jeda, kapak siap menebas depan mata. tidak ada yang bisa menyelamatkannya. oikawa bisa lihat bahwa shirabu masih sibuk melawan empat orang di sisi kiri, sedangkan iwaizumi dan semi pasti juga fokus dengan musuh yang berada di depan.

'apa aku mati kayak gini?' ia sempat bertanya di pikiran, akhirnya mata terpejam pasrah. tetapi sebelum kapak itu memenggal habis kepalanya, katana semi terlebih dahulu menahan. oikawa membuka matanya—hampir tidak percaya hidupnya masih terselamatkan. setelahnya ia langsung paham semi melindunginya karena iwaizumi sadar akan kondisi dan menyuruh lelaki rambut abu itu ke tempatnya.

terjadi banyak perselisihan antara katana semi dan kapak milik atsumu, hingga diselesaikan oleh sebuah peluru melesat dari belakang tepat mengenai kepala atsumu. membuat salah satu dari kembar itu tumbang begitu saja di lantai. iwaizumi, ialah yang menembak.

osamu yang sedari tadi diam dan dijaga oleh beberapa orang langsung berteriak marah, dengan sekejap keadaan berbalik lagi—keluarga miya yang berada di atas angin. sudah begitu akaashi berhasil mengembalikan system sesuai keadaan awal.

mereka berempat sudah terpojok. masing-masing tidak punya tenaga lebih untuk benar-benar melawan, terutama shirabu—kakinya terkena hantaman besi sehingga patah, membuatnya jalan pincang dibantu oleh tangan semi di pinggangnya.

yo-you fuckers— kalian bunuh kembaran gue, brengsek—i'll kill you all, no, better yet, i'll kill everyone including myself in this goddamn cursed city!” osamu mengeluarkan sebuah benda kotak dengan tombol diatasnya. itu adalah alat yang tersambung dengan segala ventilasi udara di kota. jika ditekan, maka gas beracun akan dilepaskan. atau bisa dibilang secara singkat, mengubah udara menjadi undangan kematian bagi siapapun yang menghirup.

iwaizumi tersenyum miring. seakan sudah mengetahui kalau osamu akan bertindak seperti itu. oleh karenanya—

FBI, DON'T MOVE!

ia sedari tadi panggil bantuan dari fbi. pun halaman keluarga miya secara langsung dipenuhi oleh polisi-polisi, juga dari atas terdapat dua helikopter mengelilingi dengan sinar cahaya pencarian. sudah tidak ada yang bisa osamu lakukan selain menunduk pasrah, menyerahkan diri kepada pihak berwenang.

“miya osamu, akaashi keiji. you two are under arrest.

tidak ada yang berbicara. semua menaikki mobil dengan diam. udara yang dihirup ironisnya begitu berat—kelima orang di dalam mobil sama-sama tegang, sama-sama waspada.

kalimat yang biasanya ada seperti tertelan begitu saja, hampa. hanya shirabu yang berani bertanya ketika masih menyiapkan diri masing-masing di markas. itupun bertanya karena ingin tau seberapa mahir osamu menutupi perbuatannya.

“samu, suna kemana? kok gak datang kesini?”

ada ekspresi kaget melukis wajah osamu, namun tidak butuh satu detik untuk berganti. “don't know. dia bilang lagi gak enak badan, terus juga kita gak perlu bantuannya dia kok buat ngelaksanain rencana ini.”

setelah itu shirabu jawab dengan anggukan. begitulah bagaimana percakapan pertama serta terakhir (untuk sekarang) mati begitu menyedihkan. sekarang cuma dihiasi suara mesin mobil, serta pemandangan yang menatap bisu sambil berjalan menjauh.

secara diam-diam, iwaizumi cek dimana lokasi mereka sekarang. sekaligus meyakinkan diri apa benar osamu akan membawa mereka ke kediamannya dimana pasti berakhir mereka lakukan sebuah pertarungan. sayangnya memang benar. titik merah mengkerlip di layar tidak mungkin berbohong. pun iwaizumi sadar mungkin tersisa sekedar 2 menit sebelum akhirnya mereka berada di kandang singa.

tepat jam 8 malam adalah waktu ketika ia, semi, shirabu berserta tuan rumah, osamu, menginjakkan kaki di mansiun megah penuh dengan kekayaan. tidak bisa dipungkiri juga ketat dalam penjagaan. tetapi apa yang suna katakan benar, hampir seluruh system gunakan teknologi canggih.

bagus. ini semua berjalan sesuai rencana iwaizumi. juga berjalan sesuai rencana osamu. tinggal tunggu siapa yang akan mengambil start line duluan, sekaligus merusak topeng dipakai oleh keempat manusia itu.

kala mereka berada di area tengah lapangan mansiun, iwaizumi perlahan melirik ke arah oikawa—berhati-hati agar tidak ketauan osamu yang berjalan di depan tetapi cukup terlihat bagi semi dan shirabu yang berada di belakang. itu adalah tanda dari sang kapten, mereka berempat lah yang akan bergerak duluan.

sontak iwaizumi arahkan pistol tepat di belakang kepala osamu, yang membuat seluruh penjaga disana mengaktifkan senjata mereka. tentu saja itu tidak buat ketiga yang lain takut, tidak sama sekali. semi tanpa ragu mengeluarkan katana, shirabu memegang erat pisau andalan dan oikawa siap menembak dengan revolver.

posisi mereka dibilang cukup defensive. shirabu berada di tengah antara semi dan oikawa, sedangkan iwaizumi berada bertolak belakang dengan shirabu. mereka jadi seakan mengelilingi satu sama lain.

tapi ini lucu. osamu bahkan tidak memutar badannya. tetap membelakangi iwaizumi. malahan tertawa, sebelum menjetikkan tangan. sebuah aksi yang membawa lebih banyak penjaga untuk mengepung, membuat semi menggeram. ini pasti akan memakan waktu yang lama.

tegang, udaranya benar-benar tegang. oikawa hampir kesulitan untuk nafas secara tenang. di tengah keadaan hidup dan mati, pintu utama mansiun itu mendadak terbuka. seorang lelaki berambut blonde—yang mana iwaizumi mendecih, melihat jelas bahwa itu atsumu—ditemani dengan sesosok pemuda berambut itam ikal pendek membawa sebuah tablet di tangan, akaashi.

dor

atsumu menembak. mengincar kepala iwaizumi yang terpaksa menghindar. sial. lepas sudah osamu dari genggamannya. suara tembakan itu juga buat oikawa, shirabu dan semi untuk menoleh kebelakang—memastikan jika ada yang tertembak, orang tersebut bukan kapten mereka.

“hahaha! as expected of iwaizumi hajime, lo hindarin itu secepat kilat! tapi, the fun just about to start now,” tangan atsumu bentuk gestur seperti sebuah pistol diarahkan ke tengah, lalu tangannya itu menarik pelatuk kala bibir berucap,

shoot all of them down.