fantasia

tawa kosong menggema. osamu terduduk lemas— sial, sial, sial. omega itu, kita, begitu pintar. bukan, bukan pintar, lebih tepatnya licik.

karena aksinya tadi, osamu jadi mengetahui bahwa suna awalnya memilih dirinya. bahwa seharusnya ialah yang jadi mate dari lelaki berambut hitam itu.

lagi-lagi lakukan kesalahan. tau gitu osamu datangi suna langsung tadi, biar sang alpha sama sekali tidak datangi omega licik sinting itu.

gila, osamu benci. benci sekali. rasanya seperti ada tongkat besi panas didorong ke dalam tenggorokan. tidak bisa nafas, tidak bisa menangis— air mata seakan menguap begitu saja.

tangan pukul pukul dada, hilang, tolong hilang, gue gak mau cintain orang lagi, gak mau ngerasain nyeri kayak gini lagi.

kalau bisa saja ingin keluarkan hati dari relung. serius, sakit. siapapun tolong osamu, kali ini rasanya begitu sakit karena tidak bisa ditumpahkan. tidak ada lagi suna disampingnya, tidak ada.

hari itu, osamu bukan saja kehilangan cinta tetapi juga sahabatnya. rumahnya.

tangan geret koper keluar dari halaman sekolah, berhenti saat berada di perbatasan gerbang depan. kita hela nafas—tambah menenggelamkan wajah dalam lipatan syal tebal akibat udara dingin terlalu menusuk.

jika tadi ia bersenang-senang, tersenyum karena berhasil lepas dari dunia sma, sekaligus meraih peringkat pertama, sekarang pikirannya kacau.

apa suna juga akan pergi sama seperti orang tuaku?

ah. ketakutan. lama sekali kita tidak rasa hal ini, tidak semenjak orang tuanya serta neneknya yang membesarkannya meninggalkan dirinya.

kita terbiasa berada di sisi tanpa ada keramaian dari sd, namun bukan berarti ia kuat untuk kehilangan orang lagi dalam hidupnya. kalau suna pilih osamu (yang mana kemungkinannya lebih besar) maka kita benar benar akan anggap diri memang disuruh untuk sendiri dari awal.

“nak kita, apa tidak naik bis, nak? terakhir jam 8 loh. ini sudah jam 7 lewat.” itu bapak penjaga, sedari tadi lihati anak anak angkatan kita pergi dan juga kita yang masih setia berdiri.

“nanti, pak. kita masih tunggu seseorang.”

ya, kata suna— tunggu sampai jam 8. bisa dibilang, itu adalah batas waktunya jadi kalau ia tidak datang sebelum itu, maka ia pilih osamu dibanding kita. begitu saja simpelnya.

tapi ini sudah jam 7 lewat. haruskah ia relakan semuanya dan pergi langsung?

baru saja kaki ingin melangkah, telinga dengar derap kaki serta hidung cium scent segar yang begitu ia rindukan— suna. ia ada disini. alpha itu ada disini.

sontak kita menoleh, lepaskan koper begitu saja, berlari ke arah suna lalu peluk lelaki itu erat. rindu, sangat rindu, kita hampir menangis kalau saja ia tidak berada dekat dengan scent glands milik suna yang menenangkan dirinya.

tunggu. sebentar dulu— kita tarik dirinya, tatap suna tepat di mata, coba mencari jawaban di dalam gelap. astaga ternyata begitu, toh. pantas saja rasanya tidak enak. kita tertawa miris,

suna kesini bukan untuk ikut bersamanya namun untuk mengucap perpisahan. alpha itu memilih osamu— persis seperti apa yang tadi dipikirkan.

tanpa sadar tangisan keluar, kita kembali tenggelamkan diri dalam pelukan suna yang panik, “shin—astaga, aku mohon jangan menangis,”

“to-tolong jangan pergi, rin,” isakan menyedihkan menusuk telinga, “aku— aku minta maaf aku gak bisa lepasin kamu, tolong, sta-stay with me, hiks, like you did that dawn when you took care of me,

tangan suna tangkup kedua pipi kita gemetaran, nafas lelaki itu masai sekarang— “i’m sorry, aku udah buat keputusan shin, aku kesini cuma mau bilang goodbye aku haru—“

“—no, no, no, no! li-liat aku, liat ke mataku, hiks, and tell me, am i not the one you love right now?

kita potong kalimat suna, lalu ajukan pertanyaan yang mana sukses buat suna terdiam. mata saling beradu, wajah begitu dekat hingga sama sekali tidak ada kebohongan yang bisa ditutupi sehingga sekalipun suna mengelak, kita akan tau.

“rin, jawab.. please.

dan saat itu juga kita berhasil buat suna luluh, sadarkan alpha itu siapa yang hati gumamkan untuk sekarang,

“... ya, that’s right.

pun tangan kita naik, genggam salah satu tangan suna yang tangkup pipinya— “kalau gitu, hiks, apa susahnya ikut sama aku..? a-ayo pergi bareng, rin. tolong, i can’t have you go away from my life like other people always do to me.

mungkin sekarang kita terlihat begitu memilukan, mengais-ngais atas cinta. menangis tersedak tahan perih di relung. tetapi ia tidak peduli, sama sekali tidak peduli, jika itu bisa buat suna menetap dengannya— maka kita akan lakukan.

tidak ada jawaban dari suna, melainkan hanya ada kecupan lembut di pelipis kita, sebelum akhirnya alpha itu menundukkan kepala. letakkan bibir di scent glands kita lalu—

“ah!” sang omega memekik kaget, tangisan tambah tidak terhenti kala sekarang ia bisa rasa degup jantung suna, bisa dengar dentuman nafas lelaki itu secara jelas.

suna, ia menggigit kita, mengikatnya sebagai kepemilikan. dengan begitu mereka sudah bonded, atau kalau guna kata lain,

itu adalah jawaban nonverbal atas ajakan kita tadi. suna akan ikut dengannya, yang mana kita dirangkul ketika mereka melangkah menjauh dari sekolah.

namun sebelum itu, kita sempatkan untuk menoleh sedikit kebelakang— ke arah kamar osamu yang kita tau sedari tadi memperhatikan dengan tatapan kosong.

tersenyum miring, ia ucapkan tanpa suara,

aku menang, osamu.

tangan geret koper keluar dari halaman sekolah, berhenti saat berada di perbatasan gerbang depan. kita hela nafas—tambah menenggelamkan wajah dalam lipatan syal tebal akibat udara dingin terlalu menusuk.

jika tadi ia bersenang-senang, tersenyum karena berhasil lepas dari dunia sma, sekaligus meraih peringkat pertama, sekarang pikirannya kacau.

apa suna juga akan pergi sama seperti orang tuaku?

ah. ketakutan. lama sekali kita tidak rasa hal ini, tidak semenjak orang tuanya serta neneknya yang membesarkannya meninggalkan dirinya.

kita terbiasa berada di sisi tanpa ada keramaian dari sd, namun bukan berarti ia kuat untuk kehilangan orang lagi dalam hidupnya. kalau suna pilih osamu (yang mana kemungkinannya lebih besar) maka kita benar benar akan anggap diri memang disuruh untuk sendiri dari awal.

“nak kita, apa tidak naik bis, nak? terakhir jam 8 loh. ini sudah jam 7 lewat.” itu bapak penjaga, sedari tadi lihati anak anak angkatan kita pergi dan juga kita yang masih setia berdiri.

“nanti, pak. kita masih tunggu seseorang.”

ya, kata suna— tunggu sampai jam 8. bisa dibilang, itu adalah batas waktunya jadi kalau ia tidak datang sebelum itu, maka ia pilih osamu dibanding kita. begitu saja simpelnya.

tapi ini sudah jam 7 lewat. haruskah ia relakan semuanya dan pergi langsung?

baru saja kaki ingin melangkah, telinga dengar derap kaki serta hidung cium scent segar yang begitu ia rindukan— suna. ia ada disini. alpha itu ada disini.

sontak kita menoleh, lepaskan koper begitu saja, berlari ke arah suna lalu peluk lelaki itu erat. rindu, sangat rindu, kita hampir menangis kalau saja ia tidak berada dekat dengan scent glands milik suna yang menenangkan dirinya.

tunggu. sebentar dulu— kita tarik dirinya, tatap suna tepat di mata, coba mencari jawaban di dalam gelap. astaga ternyata begitu, toh. pantas saja rasanya tidak enak. kita tertawa miris,

suna kesini bukan untuk ikut bersamanya namun untuk mengucap perpisahan. alpha itu memilih osamu— persis seperti apa yang tadi dipikirkan.

tanpa sadar tangisan keluar, kita kembali tenggelamkan diri dalam pelukan suna yang panik, “shin—astaga, aku mohon jangan menangis,”

“to-tolong jangan pergi, rin,” isakan menyedihkan menusuk telinga, “aku— aku minta maaf aku gak bisa lepasin kamu, tolong, sta-stay with me, hiks, like you did that dawn when you took care of me,

tangan suna tangkup kedua pipi kita gemetaran, nafas lelaki itu masai sekarang— “i’m sorry, aku udah buat keputusan shin, aku kesini cuma mau bilang goodbye aku haru—“

“—no, no, no, no! li-liat aku, liat ke mataku, hiks, and tell me, am i not the one you love right now?

kita potong kalimat suna, lalu ajukan pertanyaan yang mana sukses buat suna terdiam. mata saling beradu, wajah begitu dekat hingga sama sekali tidak ada kebohongan yang bisa ditutupi sehingga sekalipun suna mengelak, kita akan tau.

“rin, jawab.. please.

dan saat itu juga kita berhasil buat suna luluh, sadarkan alpha itu siapa yang hati gumamkan untuk sekarang,

“... ya, that’s right.

pun tangan kita naik, genggam salah satu tangan suna yang tangkup pipinya— “kalau gitu, hiks, apa susahnya ikut sama aku..? a-ayo pergi bareng, rin. tolong, i can’t have you go away from my life like other people always do to me.

mungkin sekarang kita terlihat begitu memilukan, mengais-ngais atas cinta. menangis tersedak tahan perih di relung. tetapi ia tidak peduli, sama sekali tidak peduli, jika itu bisa buat suna menetap dengannya— maka kita akan lakukan.

tidak ada jawaban dari suna, melainkan hanya ada kecupan lembut di pelipis kita, sebelum akhirnya alpha itu menundukkan kepala. letakkan bibir di scent glands kita lalu—

“ah!” sang omega memekik kaget, tangisan tambah tidak terhenti kala sekarang ia bisa rasa degup jantung suna, bisa dengar dentuman nafas lelaki itu secara jelas.

suna, ia menggigit kita, mengikatnya sebagai kepemilikan. dengan begitu mereka sudah bonded, atau kalau guna kata lain,

itu adalah jawaban nonverbal atas ajakan kita tadi. suna akan ikut dengannya, yang mana kita dirangkul ketika mereka melangkah menjauh dari sekolah.

namun sebelum itu, kita sempatkan untuk menoleh sedikit kebelakang— ke arah kamar osamu yang kita tau sedari tadi memperhatikan dengan tatapan kosong.

tersenyum miring, ia ucapkan tanpa suara,

aku menang, osamu.

“hmm, what’s the new lover boy doing here?

itu suara atsumu, menjalan dekati suna sedang duduk tenang di rooftop gedung kelas. yang ditanya mendengus, “and what are you doing here?” bertanya balik pada sang penanya.

bahu dinaikkan, “entah. mungkin emang kebetulan aja gue sama lo bareng gini.” atsumu duduk di samping suna.

kebetulan. suna sebenarnya tidak terlalu suka dengan yang namanya kebetulan. terdengar terlalu— apa, ya? aneh? mungkin. intinya suna lebih percaya semua sudah teratur rapi tanpa ada satupun lewati jalur. maka dari itu bisa saja atsumu disini, memang untuk menemaninya berbicara.

belum sempat bibir berucap, si beta sudah duluan berkata. “lo disini karena mikirin mau milih kembaran gue atau kak kita, kan?”

terkutuklah beta berserta segala kesensitifan yang mereka punya. pun anggukan jadi jawaban. suna malas keluarkan suara.

“gue kasih lo saran deh ya.” suara atsumu sok-sok bangga, layak merasa superior. tapi sebelum masuk ke saran— “anjir gue kedengaran kece banget.” malah menggumam memuji diri.

suna tidak habis pikir memang dengan kelakuan si kembar yang lebih tua ini. tetapi sepertinya saran dari atsumu tidak mungkin akan bermain-main, mau gimanapun semua ini terkait dengan osamu— si kembar yang lebih muda. sehingga suna benar dengarkan.

i don’t know how to phrase it well, tapi gini— singkatnya, kalau lo beneran sayang sama samu, lo gak bakalan jatuh cinta sama kita.”

ah. ia tidak pernah berpikir begitu. terlihat jelas suna kaget, tetapi tetap dalam mode mendengarkan.

“tapi yah, cinta punya banyak wajah sih. ada yang memiliki paras afeksi. ada juga yang miliki kesetiaan. tetapi diantara ratusan— atau bahkan ribuan wajah yang hati sekarang sedang lihati, hanya satu saja yang benar-benar cinta. dengar, kan? satu saja yang tidak pakai topeng.”

atsumu melanjutkan, “bisa jadi yang lo rasain ke kak kita cuma rasa nyaman aja. alias lo masih beneran sayang ke samu doang. tapi kembali lagi, bisa juga lo emang udah move on ke kak kita. gue cuma bisa berharap satu dari lo,”

“apa?”

choose wisely. gak ada yang kenal hati lo lebih dari lo sendiri.”

“hmm, what’s the new lover boy doing here?

itu suara atsumu, menjalan dekati suna sedang duduk tenang di rooftop gedung kelas. yang ditanya mendengus, “and what are you doing here?” bertanya balik pada sang penanya.

bahu dinaikkan, “entah. mungkin emang kebetulan aja gue sama lo bareng gini.” atsumu duduk di samping suna.

kebetulan. suna sebenarnya tidak terlalu suka dengan yang namanya kebetulan. terdengar terlalu— apa, ya? aneh? mungkin. intinya suna lebih percaya semua sudah teratur rapi tanpa ada satupun lewati jalur. maka dari itu bisa saja atsumu disini, memang untuk menemaninya berbicara.

belum sempat bibir berucap, si beta sudah duluan berkata. “lo disini karena mikirin mau milih kembaran gue atau kak kita, kan?”

terkutuklah beta berserta segala kesensitifan yang mereka punya. pun anggukan jadi jawaban. suna malas keluarkan suara.

“gue kasih lo saran deh ya.” suara atsumu sok-sok bangga, layak merasa superior. tapi sebelum masuk ke saran— “anjir gue kedengaran kece banget.” malah menggumam memuji diri.

suna tidak habis pikir memang dengan kelakuan si kembar yang lebih tua ini. tetapi sepertinya saran dari atsumu tidak mungkin akan bermain-main, mau gimanapun semua ini terkait dengan osamu— si kembar yang lebih muda. sehingga suna benar dengarkan.

i don’t know how to phrase it well, tapi gini— singkatnya, kalau lo beneran sayang sama samu, lo gak bakalan jatuh cinta sama kita.”

ah. ia tidak pernah berpikir begitu. terlihat jelas suna kaget, tetapi tetap dalam mode mendengarkan.

“tapi yah, cinta punya banyak wajah sih. ada yang memiliki paras afeksi. ada juga yang miliki kesetiaan. tetapi diantara ratusan— atau bahkan ribuan wajah yang hati sekarang sedang lihati, hanya satu saja yang benar-benar cinta. dengar, kan? satu saja yang tidak pakai topeng.”

atsumu melanjutkan, “bisa jadi yang lo rasain ke kak kita cuma rasa nyaman aja. alias lo masih beneran sayang ke samu doang. tapi kembali lagi, bisa juga lo emang udah move on ke kak kita. gue cuma berharap satu dari lo,”

“apa?”

choose wisely. gak ada yang kenal hati lo lebih dari lo sendiri.”

udara malam memang dingin, tusuk kulit. tetapi atmosfer diantara mereka bertiga jauh lebih menyakitkan, layak rengut nafas perlahan. kita masih setia tatap osamu dengan tenang namun mengancam akibat saling berhadap-hadapan, begitu pula osamu. dan suna yang berada di tengah melihatnya sedikit jengah— mereka benar-benar seakan mau membunuh satu sama lain.

“jadi,” osamu jadi pertama untuk buka pembicaraan. “lo berdua mau ngomongin apa?” suaranya terkesan pura-pura dihaluskan. tentu saja begitu karena ia sedang menahan geraman sekarang— mencium scent suna melekat begitu kuat di tubuh kita cukup bisa membuat sisi omeganya hampir kembali menguasai diri.

kita menjawab langsung pertanyaan osamu dengan sebuah gelengan, “bukan berdua. tapi suna aja.” tatapan yang sedari tadi berada di omega yang lebih muda kini dialihkan ke suna yang mengais nafas gemetar— sedikit takut untuk memberi tahu kedua orang yang ia sayangi sekarang tentang apa keputusannya.

i-i think i already know how to solve this out without you two throwing tantrums at each other. gue gak mau liat kalian kayak gitu,”

“kenapa kamu gak mau aku sama osamu berantem, rin?”

sengaja. kita sengaja bertanya. pancing suna untuk ucapkan apa yang telah diduga sebelumnya. setidaknya apabila sehabis ini suna ingin ubah hubungan mereka jadi kelabu, kita harus tau pasti bagaimana perasaan lelaki itu.

dan perkataan ‘gak apa-apa, rin. kasih tau aku yang sebenarnya.’ diucap oleh mata kita jadi alasan kuat agar suna tidak berbohong.

“karena gue.. gue brengsek banget, i love you both.

sial, rasanya benar benar tercampur. kita senang suna juga mencintainya, tapi itu terbagi. di sisi lain, osamu juga senang mengetahui suna masih sayang, tapi sudah hampir berpindah.

tidak ada yang berbicara, maka suna lanjutkan. “makanya gue udah buat keputusan. shin, kamu sebentar lagi lulus kan? 2 minggu lagi?”

yang ditanya sedikit menaikkan alis bingung. tetapi tetap mengangguk, “iya. kelasku minggu ini udah mulai ulangan.”

“kalian ingat gak salah satu peraturan utama sekolah?” suna bertanya lagi, yang mana kali ini buat osamu melebarkan matanya kaget. seakan bisa mengetahui apa yang ingin direncanakan suna.

ada sedikit raungan sedih dibawah suaranya, “jangan bilang lo mau gunain hak lo dan ikut bareng kak kita, rin.”

“eh..? tapi kan kalau rin mau gunain hak itu, dia harus udah bonded sama aku?”

fakta, kita berkata fakta. peraturan sekolah mereka cukup simpel— jika seorang omega kelas akhir lulus dan sudah bonded dengan seorang alpha yang lebih muda, maka sang alpha punya hak untuk mengikuti omeganya. bisa dibilang, ikut lulus bersama sang omega.

“ya.. kalau gitu oke, karena udah diputusin mending gue pergi karena gak ada guna gue disini.” osamu berdiri, ingin pergi bersama pilu lilit tenggorokan karena tahan tangisan tetapi suna tahan tangannya. menyuruh omega tersebut kembali duduk.

“gue belum selesai. keputusannya, selama 2 minggu itu biarin gue pikirin semuanya lagi. di hari shin nanti lulus, hari itu juga gue pilih gue mau sama siapa.”

suna tau ia sekarang jahat sekali. tetapi tidak ada cara lain. hanya ada satu orang saja yang bisa jadi matenya, dan itu diantara kita atau osamu.

udara malam memang dingin, tusuk kulit. tetapi atmosfer diantara mereka bertiga jauh lebih menyakitkan, layak rengut nafas perlahan. kita masih setia tatap osamu dengan tenang namun mengancam akibat saling berhadap-hadapan, begitu pula osamu. dan suna yang berada di tengah melihatnya sedikit jengah— mereka benar-benar seakan mau membunuh satu sama lain.

“jadi,” osamu jadi pertama untuk buka pembicaraan. “lo berdua mau ngomongin apa?” suaranya terkesan pura-pura dihaluskan. tentu saja begitu karena ia sedang menahan geraman sekarang— mencium scent suna melekat begitu kuat di tubuh kita cukup bisa membuat sisi omeganya hampir kembali menguasai diri.

kita menjawab langsung pertanyaan osamu dengan sebuah gelengan, “bukan berdua. tapi suna aja.” tatapan yang sedari tadi berada di omega yang lebih muda kini dialihkan ke suna yang mengais nafas gemetar— sedikit takut untuk memberi tahu kedua orang yang ia sayangi sekarang tentang apa keputusannya.

i-i think i already know how to solve this out without you two throwing tantrums at each other. gue gak mau liat kalian kayak gitu,”

“kenapa kamu gak mau aku sama osamu berantem, rin?”

sengaja. kita sengaja bertanya. pancing suna untuk ucapkan apa yang telah diduga sebelumnya. setidaknya apabila sehabis ini suna ingin ubah hubungan mereka jadi kelabu, kita harus tau pasti bagaimana perasaan lelaki itu.

dan perkataan ‘gak apa-apa, rin. kasih tau aku yang sebenarnya.’ diucap oleh mata kita jadi alasan kuat agar suna tidak berbohong.

“karena gue.. sial gue brengsek banget, but i love you both.

sial, rasanya benar benar tercampur. kita senang suna juga mencintainya, tapi itu terbagi. di sisi lain, osamu juga senang mengetahui suna masih sayang, tapi sudah hampir berpindah.

tidak ada yang berbicara, maka suna lanjutkan. “makanya gue udah buat keputusan. shin, kamu sebentar lagi lulus kan? 2 minggu lagi?”

yang ditanya sedikit menaikkan alis bingung. tetapi tetap mengangguk, “iya. kelasku minggu ini udah mulai ulangan.”

“kalian ingat gak salah satu peraturan utama sekolah?” suna bertanya lagi, yang mana kali ini buat osamu melebarkan matanya kaget. seakan bisa mengetahui apa yang ingin direncanakan suna.

ada sedikit raungan sedih dibawah suaranya, “jangan bilang lo mau gunain hak lo dan ikut bareng kak kita, rin.”

“eh..? tapi kan kalau rin mau gunain hak itu, dia harus udah bonded sama aku?”

fakta, kita berkata fakta. peraturan sekolah mereka cukup simpel— jika seorang omega kelas akhir lulus dan sudah bonded dengan seorang alpha yang lebih muda, maka sang alpha punya hak untuk mengikuti omeganya. bisa dibilang, ikut lulus bersama sang omega.

“ya.. kalau gitu oke, karena udah diputusin mending gue pergi karena gak ada guna gue disini.” osamu berdiri, ingin pergi bersama pilu lilit tenggorokan karena tahan tangisan tetapi suna tahan tangannya. menyuruh omega tersebut kembali duduk.

“gue belum selesai. keputusannya, selama 2 minggu itu biarin gue pikirin semuanya lagi. di hari shin nanti lulus, hari itu juga gue pilih gue mau sama siapa.”

suna tau ia sekarang jahat sekali. tetapi tidak ada cara lain. hanya ada satu orang saja yang bisa jadi matenya, dan itu diantara kita atau osamu.

osamu jalan santai. kaki memang sedikit lemas namun diabaikan— lebih penting perut yang sekarang sudah berteriak meminta diisi. mana peduli beberapa orang tatapnya aneh, pasti karena mata masih lumayan bengkak dan merah. hanya saja sekali lagi, osamu abaikan.

cafeteria jelas penuh. ia malah bersyukur. dengan gini kalau ada suna dan kita sekalipun pasti scent mereka tidak terlalu tercium.

ah. betapa salahnya osamu berpikir begitu.

kala kaki melangkah masuk, hidung langsung tangkap scent campuran milik suna serta kita— mata tanpa sadar cari dimana sumbernya.

seharusnya tidak mencari. seharusnya tidak mendatangi. osamu hilang akal rasional, bersimpuh pada sisi omeganya yang mengerang marah melihat kita berani melakukan scent marking pada suna—alpha yang disukai.

tangan tarik kita menjauh dari suna, osamu bisa lihat tampang omega berambut abu-hitam itu terkejut tetapi langsung berubah netral layak biasanya.

“samu, lo ngap—“ belum sempat suna berkata, kalimat sudah terpotong,

get the fuck away from suna.” osamu menggeram. tangan bahkan mencengkram pergelangan tangan kita yang diam. scent yang dikeluarkan osamu benar benar penuh ancaman serta tantangan, berbanding balik dari aroma lavender yang biasanya menguar.

tetapi ia lupa satu hal disini. kita adalah omega yang lebih tua darinya. dan kala kita menggeram balik, akal rasional milik osamu seperti tersadar kembali.

you’re the one that’s supposed to back the hell off, miya osamu. suna punyaku, bukan punyamu.”

itu.. benar. memangnya ia siapanya suna? kita sudah jelas adalah omega yang ingin diikat oleh suna, lalu dirinya? hanya sahabat.

dalam hati, osamu tertawa miris. tangan yang tadi mencengkram kita dilepas— tatap suna sebentar sebelum akhirnya gumam, “maaf, kak kita. tadi kekontrol emosi.” lalu melangkah pergi gitu aja. telinga serasa tuli akan panggilan-panggilan dari suna.

seharusnya memang osamu tidak melakukannya. namun entah kenapa ia tidak menyesal. karena dengan begini osamu sadar,

bahwa ia tidak mungkin bisa tahan melihat suna segampang itu dengan orang lain.

osamu jalan santai. kaki memang sedikit lemas namun diabaikan— lebih penting perut yang sekarang sudah berteriak meminta diisi. mana peduli beberapa orang tatapnya aneh, pasti karena mata masih lumayan bengkak dan merah. hanya saja sekali lagi, osamu abaikan.

cafeteria jelas penuh. ia malah bersyukur. dengan gini kalau ada suna dan kita sekalipun pasti scent mereka tidak terlalu tercium.

ah. betapa salahnya osamu berpikir begitu.

kala kaki melangkah masuk, hidung langsung tangkap scent campuran milik suna serta kita— mata tanpa sadar cari dimana sumbernya.

seharusnya tidak mencari. seharusnya tidak mendatangi. osamu hilang akal rasional, bersimpuh pada sisi omeganya yang mengerang marah melihat kita berani melakukan scent marking pada suna—alpha yang disukai.

tangan tarik kita menjauh dari suna, osamu bisa lihat tampang omega berambut abu-hitam itu terkejut tetapi langsung berubah netral layak biasanya.

“samu, lo ngap—“ belum sempat suna berkata, kalimat sudah terpotong,

go the fuck away from suna.” osamu menggeram. tangan bahkan mencengkram pergelangan tangan kita yang diam. scent yang dikeluarkan osamu benar benar penuh ancaman serta tantangan, berbanding balik dari aroma lavender yang biasanya menguar.

tetapi ia lupa satu hal disini. kita adalah omega yang lebih tua darinya. dan kala kita menggeram balik, akal rasional milik osamu seperti tersadar kembali.

you’re the one that’s supposed to back the hell off, miya osamu. suna punyaku, bukan punyamu.”

itu.. benar. memangnya ia siapanya suna? kita sudah jelas adalah omega yang ingin diikat oleh suna, lalu dirinya? hanya sahabat.

dalam hati, osamu tertawa miris. tangan yang tadi mencengkram kita dilepas— tatap suna sebentar sebelum akhirnya gumam, “maaf, kak kita. tadi kekontrol emosi.” lalu melangkah pergi gitu aja. telinga serasa tuli akan panggilan-panggilan dari suna.

seharusnya memang osamu tidak melakukannya. namun entah kenapa ia tidak menyesal. karena dengan begini osamu sadar,

bahwa ia tidak mungkin bisa tahan melihat suna segampang itu dengan orang lain.

“hai shin, gimana tadi pelatihannya?” suna bertanya lembut, tangannya sedikit usak rambut kita. yang ditanya senyum manis—tarik tangan suna untuk digenggam selagi berjalan pelan ke arah cafeteria.

“biasa aja,” adalah jawaban kita, “walaupun pada sempat ribut karena aku kan pakai hoodiemu, jadi semuanya ucapin selamat.”

setelahnya hanya hening karena sang alpha mengangguk saja. namun genggaman tangan mereka digoyang-goyangkan oleh suna, naik turun, persis seperti sepasang sejoli yang baru masuk dalam sebuah roman picisan. sukses buat kita tertawa,

aduh. mereka apa tidak sadar ya? posisi mereka sedang berada di koridor, ramai atas siswa-siswa. yang mana hampir semua orang tatapi mereka dengan iri sekaligus mengerutkan hidung kala scent suna dan kita bercampur jadi satu bersama kebahagiaan.

tapi yah, mana mereka peduli. kasarnya— dunia milik mereka berdua saja sekarang ini.

“rame,” kita gumam ketika sudah bisa lihat keadaan cafeteria. mungkin lebih dari setengah meja dan kursi diduduki oleh orang. kalau lihat jam, wajar. ini waktu dimana semua siswa dari kelas 10 sampai 12 turun untuk makan.

mata menelisik, lalu suna dapatkan apa yang dicari. “itu ada yang kosong diujung, mau duduk disitu?”

“mau kok. aku gak masalah sih duduk dimana, yang penting sama suna.”

deg. suna mengerjap, kita— ia ucapkan itu dengan mudah tetapi gila, hati berasa seperti mau loncat. pun berdeham, suna tarik kita ke tempat duduk yang sudah dibicarakan.

mereka duduk tenang setelahnya. tetapi walau begitu ada yang bisa kita tangkap semenjak memasuki cafeteria, suna jadi sedikit tidak fokus. seakan mencari sesuatu.

ah, bukan. bukan sesuatu. pikiran kita menyimpulkan. suna sedang cari seseorang, dan itu pasti miya osamu.