fantasia

suna menggeram tepat setelah keluar dari markas, memasuki kendaraan beroda empat miliknya. “what the fuck is all of that about?

tidak usah diragukan lagi. amarah telah kuasai suna sepenuhnya. osamu tertawa kecil lihatnya, sedikit kaget partnernya dari jaman entah kapan bisa segitu terdampak atas perbuatannya.

ia tau apa yang suna maksud namun memilih untuk berakting polos, “hmm apa?“—salah besar. osamu seharusnya tidak begitu. karena suna sekarang menarik kerah bajunya agar mata bertemu mata, menyenggakkan kata-kata tepat di depan wajah,

“lo- lo pelakunya kan? kenapa lo pake laptop gue buat ngelakuin—gak, lebih tepatnya, kenapa lo jebak gue dan gunain akaashi?! bangsat!”

osamu hanya tersenyum miring. memuakkan, bagi suna itu memuakkan hingga tangan cengkram lebih kuat. sebelum yang satu berbicara—suna kembali buka bibirnya. “don't you fucking dare to lie to me, miya osamu. gue sebelumnya bahkan gatau kalau ip gue dipake buat sebarin tentang iwa, semi sama oikawa, dan satu-satunya orang yang bisa lakuin itu cuma lo.”

even if you didn't say that, i'm still not gonna lie to you, suna. dan ya, gue emang sengaja jebak lo. makasih loh, kemarin udah kabarin ke gue kalau oikawa nanya ke lo. karena dengan gitu gue juga bisa korbanin akaashi, dan buat seolah-olah lo juga pelakunya.”

”... 'korbanin'? does that means, akaashi kerja buat lo?” suna mendengus. kali ini tangan sudah terkepal menyedihkan di stir mobil. kepala diarahkan ke depan. tidak mau melihat osamu.

kekehan dan anggukan adalah awalan dari jawaban pertanyaan suna, “that's correct. lebih tepatnya kerja buat tsumu sih. mungkin itu juga kenapa,” osamu tiba-tiba mengarahkan pistol tepat ke kepala suna, “i decided to betray you because we already have akaashi on our side.

tidak ada tanda akan orang ketakutan walau pistol diarahkan ke dirinya. malah suna tertawa, kencang, hingga terdengar layak suara ketawa dari seseorang yang sudah hilang tujuan hidup.

you do know i know you so goddamn well, don't you? gak ada guna lo gini, samu. toh juga akaashi gak selevel sama gue.”

osamu menyeringai. “tau kok. and it's vice versa, suna, lo gak ada apa-apanya kalau gak ada satupun device di tangan lo.”

mau seberapa besar suna ingin mengelak, itu tetap kenyataan. berakhir hela nafas. sudah tidak tau mau berucap apa ke osamu. ia tidak berusaha menyingkirkan pistol, tidak—karena suna tau osamu jelas tidak bisa membunuhnya. dari awal, partnernya itu menodongkan pistol karena ingin suna mengarahkan mobil sesuai yang ia mau, jadi hanya sebagai gertakan saja.

dan itu benar, “let's go to my family mansion, shall we? ah ya, jangan melawan, suna.”

lagian memang suna tidak bisa melawan, selalu patuh terhadap apa yang osamu katakan atau inginkan. begitulah bagaimana mobil melaju ke arah yang osamu mau.

butuh sekitar 45 menit untuk semua sampai dan berkumpul di markas, yang mana osamu terlihat begitu tidak sabaran—ingin beri tau siapa sebenarnya pelaku dibalik segalanya.

who is it?!” semi jadi orang pertama meledak. masih merasa sebal karir musiknya hampir hancur sekaligus dirinya tidak bisa menyelamatkan rumah korban yang terkena ledakan. untung saja managernya cukup handal membalikkan situasi, mengeluarkannya dari skandal.

sedangkan iwaizumi dan oikawa yang berada diujung hanya diam sambil saling tatap satu sama lain dalam waktu singkat. keduanya berubah fokus setelahnya. seakan tatapan tadi berkata, 'harus waspadai segala gerak gerik serta kalimat dari siapapun yang ada di ruangan ini.'

“akaashi. dia pelakunya.”

serius. osamu mengatakan itu dengan nada penuh keseriusan. tentu buat yang lain terkejut—shirabu sampai berdiri dari tempat duduknya, mata mengerjap secara cepat tidak percaya apa yang barusan dikatakan sang penjual senjata. satu satunya yang tidak terkejut adalah suna, lelaki itu malah sedikit mengernyit. seperti bingung.

are you fucking serious? sialan, padahal gue udah kasih kesempatan ke dia buat ngelanjutin hidupnya,” decihan shirabu terdengar setelah mengucap kalimat penuh kemarahan.

“buat apa gue bohong,” osamu menjeda ucapan, “gue yakin pasti dia. because akaashi used to work for you guys, right? that means he has a connection to this base's computers and that's how he used suna's ip.

ah. ekspresi oikawa sebelumnya tenang, berubah jadi sesuatu yang tidak bisa dideskripsikan setelah osamu menjelaskan. seakan seperti sudah ketemu apa yang sedari tadi ditunggu. iwaizumi tau itu, oleh karenanya tangan menggenggam pelan tangan oikawa—'don't let him see through you.' adalah kalimat disalurkan dalam diam.

berbeda dengan suna yang masih mengernyit. bahkan kali ini terlihat dengan jelas bahwa ia bingung. hanya semi dan shirabu yang miliki ekspresi wajar—paham dan percaya akan penjelasan osamu.

“jadi kita perlu cari akaashi dulu ya,”

semi bergumam dibawah nafasnya, mata tanpa sadar perhatikan ketuanya yang anehnya daritadi hanya diam. tidak biasanya iwaizumi berlaku begini. tidak ada melontarkan kalimat satupun padahal mereka sedang bicarakan suatu hal yang krusial.

ada yang disembunyikan, pikiran semi menyimpulkan. dan saat ia mengalihkan atensi sebentar ke arah kiri, semi tau dengan jelas bahwa shirabu juga memikirkan hal yang sama.

pun osamu mengangguk sebagai jawaban semi. setelahnya— “kapten,” ia memanggil iwaizumi yang langsung berdeham, “i know where akaashi is, and i have a plan. sedikit beresiko tapi kita bisa langsung laksanain rencananya besok.”

alright, let's do it then.” iwaizumi menaikkan bahunya. tanda bahwa ia tidak masalah apabila mereka menggunakan rencana yang entah kapan dibuat oleh osamu.

sontak, senyum cerah menandakan bahagia menemukan jalannya ke wajah osamu. tetapi senyuman itu terlalu cerah— buat oikawa menahan dengusan yang hampir keluar dari belah bibir.

“siap kapten! ah ya, karena semua udah terkendali, i'm gonna go home with suna, boleh kan?”

belum ada yang sempat menjawab. osamu sudah tarik suna keluar dari markas sambil dadah-dadah, senyum yang tadi masih terpampang dengan jelas. dan mungkin shirabu salah lihat—ataukah suna memang benar terlihat seperti sedang marah?

sepi. anehnya begitu sepi. mereka bertiga bisa dengar langkah kaki mereka semakin jelas kala sudah dekat dengan tujuan. kota tidak ada penghuni dibawah kota—jujur saja ini mengerikan, walau hampir semua lampu menyala. oikawa bahkan berjengit jijik berulang kali karena tikus berlarian kesana kemari, yang mana semi sampai menyuarakan kekesalannya karena oikawa membuyarkan konsentrasinya.

tetapi sedetik kemudian mereka kembali bersatu dengan aura kota tertinggal itu, luar biasa mencekam. tidak membutuhkan lebih dari 10 menit untuk mereka sampai pada tempat yang disuruh oleh si anonymous.

waktunya pun, pas pada pukul jam 12. hanya saja—kemana orang ini? iwaizumi hampir saja mengamuk. mulai kehilangan kesabaran. 5 menit terlewat, masih tidak apa-apa.

namun kala sudah 45 menit dilewatkan, iwaizumi langsung mengeluarkan pistolnya, dimana oikawa dan semi sontak merapatkan tubuh mereka sekaligus mengeluarkan pistol juga. sekarang posisi mereka berubah jadi menghadap ke arah yang berbeda-beda guna mengurangi blind spot, sekalipun mereka tau ada shirabu dan osamu berada di sela-sela ventilasi udara siap melindungi.

oi, whoever the fuck you are, the one who sends the message to oikawa, lo mending cepat keluar. sekarang.” suara iwaizumi menggema. amarah benar-benar menguar dari intonasinya, hanya orang bodoh yang tidak akan merasa takut.

tidak ada respon. keadaan kota terbuang itu masih sama. sepi. ada yang salah, iwaizumi tau ini. matanya menelisik tajam ke seluruh penjuru, lalu tangkap sesuatu berkilau melilit di chandelier paling ujung.

brengsek. iwaizumi langsung menarik oikawa dan semi untuk pergi dari situ, “lari! they put a goddamn bomb!” ia berteriak bukan hanya menjelaskan kepada dua orang yang bersamanya sekarang, namun juga kepada osamu dan shirabu yang notabene-nya lumayan dekat dengan posisi bom tersebut.

mereka berhasil keluar, terduduk di aspal jalanan. bila telat sedetik pun mungkin sudah hilang nyawa. nafas masai bersahutan jadi pengisi suara di heningnya malam itu tetapi beberapa menit kemudian semi dengar sesuatu yang lain. langkah kaki orang menuju mereka.

fuck, we gotta run again,” semi berucap, tangan bantu oikawa serta iwaizumi untuk berdiri. mereka berlari ke arah kanan—sialnya berlawanan dengan arah jalan pulang ke markas.

iwaizumi secara sigap beri tau shirabu dan osamu, “kalian pergi duluan. we still need to sort things out here.

'alright captain.'

tetapi sungguhan, ini benar-benar sial. mereka sekarang berada dalam sebuah pemukiman. mana bisa melawan. oikawa sedikit menoleh ke belakang, “ada 10 orang. agak jauh dari kita.”

berarti tidak apa-apa apabila mereka tidak gunakan senjata. iwaizumi menggangguk, seakan beri kode ke semi dan oikawa untuk berlari lebih cepat.

namun tiba-tiba rumah di samping kanan mereka meledak—menghempaskan tubuh untuk terbanting menyedihkan melawan kerasnya aspal jalanan. para pengejar mereka, sudah gila, lemparkan grenade bukan ke arah mereka tetapi ke rumah orang-orang yang tidak bersalah.

semi menggeram marah, sudah siap untuk melawan balik, paling tidak suka ketika warga terlibat dalam pertarungan. hanya saja oikawa menahan. menggeleng tidak setuju jika semi keluarkan senjata. jemari sang model menunjuk ke arah kiri, ke sebuah mobil. buat semi dan iwaizumi yang sedari tadi diam jadi paham.

mereka tidak bisa selamatkan warga. prioritas mereka sekarang adalah untuk pergi secepatnya sebelum ada yang bisa melihat. tetapi, sayang sekali—hari ini memang hari kesialan mereka.

jam setengah 12 malam, garasi markas. semua sudah datang. kali ini tidak ada outfit khusus atau apapun—hanya baju kasual yang didalam terdapat bulletproof vest sebagai jaga-jaga jika terjadi sesuatu.

alright, where's my workspace?” suna bertanya setelah yang lain selesai bersiap-siap untuk pergi, masih tidak familiar dengan sekeliling. mata mengerjap sambil tatap kesana kemari sedikit kagum akan nuansa minimalis yang begitu kental.

pun shirabu menjawab— gunakan jemari untuk tunjuk ke arah ruangan tengah di dalam markas. “disitu. you might want to restart it first, kemarin ada orang kayak lo yang pake juga.”

“oh, maksud lo si akaashi?”

shirabu terdiam. suna, tau dari mana? tetapi sedikit masuk akal sih—masih ingat pasti suna-lah yang mengacaukan hacking milik akaashi di malam mereka melaksanakan misi untuk mencuri selembar cek punya atsumu.

“iyaap, betul! as expected of our hacker guy, lo pasti tau aja ya.” tidak. bukan shirabu. melainkan oikawa, yang sedang—uh mungkin, hampir bergelayut ria di lengan iwaizumi. disampingnya terdapat semi yang hanya bisa geleng kepala, capek lihat kelakuan kapten dan wakil kaptennya.

“terus sekarang akaashi kemana?” osamu yang sedari tadi berjalan-jalan, langsung ajukan pertanyaan ketika sudah kembali dekati dimana kerumunannya berada.

don't know,” jawab semi, “kita lepasin dia gitu aja soalnya.”

setelahnya hanya ada 'oh' dari osamu dan suna, lalu kemudian mereka sadar sudah waktunya untuk pergi. langkah kaki terdengar jelas menuju ke arah mobil. tinggalkan suna yang melangkah berlawan arah menuju ruangan tengah.

ah, entah kenapa, shirabu mendadak merasa takut. ini bukan pertama kalinya ia turun ke lapangan—bahkan mungkin sudah puluhan kali tetapi ada rasa takut gagal lindungi teman-temannya, terutama lindungi semi, itu gerogoti relung hingga nafas tidak sadar berubah sesak.

osamu yang berada di sampingnya seperti menyadari. “shira, kita emang baru aja kenal, but i told you, didn't i? tenang aja. ada gue juga yang siap membantu.”

seharusnya kata-kata itu membuat shirabu relax. iya sih, memang buat shirabu sedikit tenang namun masih ada takut tersisa dalam dirinya. hingga akhirnya shirabu berjengit—tangan semi mengusak rambutnya perlahan, lelaki itu sedari tadi memang berada di belakangnya. perlakuan simpel itu sukses mengembalikan shirabu ke sifat awalnya. tenang.

sedari tadi secara diam diam, iwaizumi mendengarkan dan melihat perlakuan dari depan. senyum kecil muncul tidak diundang di wajahnya, lalu kemudian menghilang,

karena amarah terhadap orang yang telah berani mengancam oikawa mulai menguasai pikiran.

hajime nyaris menghancurkan pintu rumah tooru, tau jelas pacarnya itu pasti panik walaupun terlihat santai serta sempat mengancam dalam membalas nomor tidak diketahui itu.

untung saja tooru buka pintu di detik akhir dengan mata memerah menahan tangis, tangan gemetar pegang gagang pintu. sial. tooru sudah panic attack duluan.

hey dumbass, calm down,” hajime berkata halus, tarik tooru ke dalam pelukan sambil mendorongnya perlahan untuk masuk ke dalam rumah. “nafas dulu ya, sayang? nanti kalau udah tenang ceritain perlahan.”

tooru angguk pelan. sekarang mereka berdua duduk di sofa. tangan hajime masih setia menenggelamkan tooru di kehangatan guna menenangkan. sekitar 10 menit dihiasi nafas masai serta tangisan tercekat oleh tenggorokan, sebelum akhirnya tooru relax—bibir terbuka untuk berkata,

“tadi.. di chat mendadak, mungkin sekitar 23 menit aku ngomong di grup nyuruh kamu ke rumah, a-aku kaget. awalnya cuma orang iseng, until they threaten to tell the world about me being an agent and destroy my modeling career.

selama tooru berucap, hajime tidak berhenti menaik-turunkan tangan di punggung sang model tersebut, mencegah panik untuk datang kembali menghantam tooru.

“itu buat aku gak punya pilihan lain selain iya-in yang orang itu bilang. he wanted us, and semi to come tomorrow at 12 am. ha-hajime, apa gakpapa kalau kita ikutin kemauannya..?”

menurut hajime tidak ada masalah sebenarnya. tetapi tetap saja ini mencurigakan. si anonymous meminta dirinya, tooru serta semi—mereka bertiga notabenenya adalah publik figur yang dipercayai dan punya nama. seakan-akan mau menghancurkan karir mereka.

“gak apa-apa. we'll ask suna to track down this person,” hajime tarik nafas sebentar, “sekalian mau lihat whether it's someone from the outside, or from the inside.

tooru membelalak, “from the inside?! berarti osa—”

“—maybe, maybe not. rasanya terlalu ceroboh kalau memang mereka berdua yang ngelakuin ini. kan keliatan jelas, belum ada dua hari mereka gabung sama kita,” hajime potong kalimat pacarnya yang mengangguk paham atas penjelasannya yang masuk akal.

“intinya, we can't trust the others right now, tooru. sekalipun semi sama shirabu.”

seems like your plan failed, mr. iwaizumi.

iwaizumi menoleh, lalu membersut kepada sang pembicara berambut warna abu yang sekarang berjalan ke arahnya dan berhenti tepat ketika jarak mereka hanya sisa 2 langkah saja.

“bajingan.” mengumpat begitu saja sebagai jawaban orang itu. tangan secara automatis mengarahkan pistol, siap untuk menembak kapanpun.

emosi, iwaizumi paling tidak suka jika ada seseorang yang mencampuri misinya. benar-benar bunuh diri kalau melakukannya dan si rambut abu ini, seperti sukarela berjalan ke kematian.

“woah woah, santai—let me introduce myself first,” orang itu berkata sambil senyum cerah. sama sekali tidak takut terhadap pistol milik iwaizumi yang mengarah langsung ke jantungnya.

my name is miya osamu, seorang.. uhh—gampangnya, penjual senjata terbaik di kota ini.”

hah? apa?—iwaizumi membelalak, namun sebelum bisa menyuarakan isi pikiran, osamu sudah duluan berkata seakan membaca apa yang ingin iwaizumi katakan.

“ya, benar sekali! yang punya brankas ini, miya atsumu, dia kembaran gue. but, no worries. i'm no longer in contact with him, makanya gue disini buat ambil cek-nya dia,”

“dan gue gak mau cari masalah sama lo, because i know FBI, CIA, and Interpol are all under your favor, mr. iwaizumi.” osamu menjelaskan secara panjang sambil menaikkan kedua tangan ke atas secara main-main. gestur yang seakan beri tahu ia tidak ada defense untuk lawan iwaizumi.

tidak cari masalah, dia bilang. iwaizumi mendengus. jelas-jelas osamu cari masalah dengannya. yang diinginkan osamu juga diinginkan oleh dirinya, sangat tidak mungkin jika iwaizumi lepaskan begitu saja.

“lembar cek itu punya gue sekarang, gue gak bakal ngasih itu ke lo. lagian, what the fuck will you gain by taking your own twin's money?

osamu naikkan alis, “what will i gain, you ask? jelas kepuasan dan kemenangan lah. atsumu musuh utama gue sekarang, kalau gue ambil cek itu ya dia bakal jatuh sejatuh-jatuhnya karena itu sumber utamanya dia.”

ah, ternyata itu tujuan utamanya. iwaizumi turunkan pistol. kemudian berjalan mendekat, membuat osamu mengernyit. tambah bingung lagi ketika iwaizumi menyodorkan tangan kanannya,

miya atsumu is also one of my biggest enemies. dan ya, musuh dari musuh adalah temen, so why won't we work together, miya?” iwaizumi beri tawaran, dan yang mendapat tawaran menyeringai. kalau itu disetujui maka bukan hanya iwaizumi saja yang akan sangat untung tetapi osamu juga.

well, that sounds interesting. tapi temen gue, the hacker—suna rintarou, dia juga harus ikut atau gue gak bakal mau kerja bareng lo sama tim lo.”

iwaizumi menaikkan pundak, “gak masalah sih. so? is it a deal now?

yeah, deal. oh ya, jangan panggil gue miya lagi. i don't like it.

pun osamu menyambut sodoran tangan iwaizumi, berjabat tangan membentuk sebuah perjanjian dalam hening untuk bekerja sama.

suara kaki mendarat di lantai tentu saja jadi perhatian.

belasan penjaga langsung mengacungkan pistol ke arah mereka (lebih tepatnya, ke arah suara) walau tidak bisa melihat. lantas semi mengeluarkan katana dan mengacungkannya ke depan via satu tangan saja, berbeda dengan iwaizumi yang memilih untuk tidak menggunakan senjata.

ada alasannya. mereka jelas diuntungkan disini, bisa lihat dalam kegelapan. namun iwaizumi berpikir akan lebih untung lagi jika mereka berkelahi tanpa suara satupun. kalau ia gunakan salah satu pistol, bunyinya akan terlalu nyaring, bisa buat penjaga tau lokasinya secara spesifik.

toh juga ada oikawa. terbukti bagaimana musuh satu per satu tumbang begitu saja, tidak ada bunyi tembakan sama sekali karena gunakan peredam. tapi mereka tidak mungkin mengandalkan semuanya kepada oikawa, sehingga semi maju dan tanpa ragu menebas, lalu iwaizumi menendang dan menonjok dagu penjaga yang lumayan dekat dengannya.

peluru dari lawan pun dilepas tanpa ampun. para penjaga yang tersisa itu ketakutan. hanya bisa menembak buta arah, yang tentu saja berhasil dihindari oleh iwaizumi serta semi dengan mudah.

you go first. biar gue yang tanganin disini, iwa.” semi berbisik kala ada jeda pengisian peluru, iwaizumi mengangguk paham dan berlari tanpa suara ke arah dimana brankas itu berada.

ketika ia sudah agak dekat, tangan melemparkan satu dari dua grenade yang dimiliki ke dinding pelindung brankas. itulah yang iwaizumi minta shirabu untuk buatkan—bukan berisi bubuk mesiu, melainkan cairan yang memiliki asam kuat hingga bisa melepuhkan besi sekalipun.

dinding itu seketika langsung berlubang. iwaizumi masuk, berada depan mata dengan brankas incaran. ia bersiap untuk melempar grenade lagi, maka dari itu mundur beberapa langkah. dan sudah, begitu saja, pintu brankas itu melepuh.

sebenarnya iwaizumi bisa membuka brankasnya dengan beberapa equipment canggih, hanya saja terlalu rumit dan memakan waktu jadi melepuhkannya adalah opsi yang sempurna.

karena sudah melepuh, isinya pun terlihat. tetapi brankas itu hampir kosong. tidak terkejut sih, iwaizumi tau. sang pemilik menaruh seluruh uang dalam selembar kertas cek di tengah-tengah brankas.

baru saja tangan ingin mengambil, tiba-tiba alarm bank berbunyi dan lampu-lampu kembali menyala berserta seluruh fasilitas bank, membuat iwaizumi terkejut. sontak mencoba menghubungi shirabu,

“shira! sistem banknya menyala kembali!”

tidak ada jawaban. tidak, tidak akan menyerah—iwaizumi coba lagi,

“shirabu! can you hear me?!—oi, shirabu!”

mau bagaimanapun mencoba, tidak akan bisa. komunikasi mereka terputus sepenuhnya.

shirabu menyeringai setelah mendengar perintah dari iwaizumi, “lo denger dia kan, akaashi.”

tanpa disuruh dua kali, akaashi langsung mematikan seluruh system bank—kecuali cctv yang memang sudah di non aktifkan sebelum misi dimulai. ia menoleh ke arah shirabu lalu mengangguk. memberi tahu bahwa semuanya sudah terkendali.

'done. kalian bisa masuk sekarang.'

iwaizumi sebenarnya sudah tau tanpa shirabu melaporkannya. karena dome yang terbuat dari kaca memudahkan untuk lihat langsung bagaimana bank tersebut sudah gelap gulita,

ya, benar sekali, mereka akan bertarung dalam kegelapan. maka dari itu mereka langsung gunakan night vission glasses—semi sedikit mengerang, tidak menyukai pandangan mata jadi hijau neon. berbeda dengan oikawa yang seperti antusias. katanya sih, “ini membuatku tambah keren!”

kalau iwaizumi? ia diam saja, sudah terbiasa menggunakan kacamata tersebut. juga terlalu fokus ke misi yang membuat tangannya memecahkan kaca. jadikan itu pintu masuk mereka ke dalam bank.

pun langsung loncat ke dalam satu per satu, dimulai dari semi, kemudian oikawa, diakhiri oleh iwaizumi.

we're in,” iwaizumi mengabari shirabu sebentar, lalu langsung memperhatikan sekitar.

persis sama seperti denah. 6 lantai berbentuk persegi, setiap lantainya (kecuali lantai pertama) mengelilingi kekosongan di tengah. posisi mereka berada di lobby lantai teratas—sedangkan brankas yang menjadi tujuan ada di lantai pertama. tepatnya di belakang dinding dekat tempat credit application yang memiliki sensor pemindai wajah tercanggih.

bisa dibilang, hanya sang pemilik yang bisa masuk. tapi tentu saja mereka sudah tau cara mengatasinya dengan gampang.

setelah pastikan lantai tempat mereka berada benar-benar kosong, mereka langsung bersiap untuk turun langsung ke lantai pertama. tapi tidak dengan oikawa. ia akan tetap berada di atas agar bisa dapatkan penglihatan akan target secara jelas. maka dari itu, oikawa sibuk menyiapkan remington 50-nya untuk dapatkan pijakan yang tepat sehingga memudahkan menembak dari posisi tengkurap.

all done, yeay! dah sana pergi kalian,” oikawa berbicara sedikit pelan sambil mengibas tangan seakan mengusir kedua lelaki yang sedari tadi berada disamping kanan kirinya, membuat semi menghela nafas tahan kesal. tanpa oikawa beri tau pun ia dengan senang hati akan pergi tinggalkan sang model sendirian.

semi sudah berbalik dan hampir melompat ke bawah, jika saja tidak sadar iwaizumi bahkan belum bergerak sama sekali. hampir memanggil kaptennya itu tetapi kemudian teringat sesuatu yang membuatnya hanya bisa menunggu. pasti berdua itu melakukan kebiasaan mereka kalau harus berpisah atau berada begitu jauh dari jangkauan masing-masing.

kebiasaan itu, sama sekali tidak ada kata berada diantaranya, sekedar iwaizumi menempelkan keningnya dengan kening oikawa. hidung sedikit bersentuhan. kedua tangan saling menangkup wajah masing-masing sambil mendengarkan nafas serta degupan secara perlahan.

mungkin yang lain akan heran, kenapa lakukan dalam keheningan. namun bagi mereka, itu adalah janji, mereka yang pasti akan menemukan dan kembali pada satu sama lain lagi. mau susah atau mustahil sekalipun.

iwaizumi lah yang pertama melepaskan diri setelah dua menit lamanya mereka berada dalam posisi seperti itu. tanpa tambahan apapun, ia langsung berbalik dan mengikuti semi, dimana kemudian berdua langsung melompat kebawah secara bersamaan. tinggalkan oikawa sendiri di lantai enam.

jalanan lenggang. sama sekali tidak ada manusia berkeliaran. hari ini memang diperlakukan jam malam, makanya dipilih sebagai hari pelaksanaan rencana. toh iwaizumi tinggal beri beberapa petugas sejumlah uang agar mereka dapat izin untuk pergi kemanapun di jam kapanpun tanpa ditilang.

sekarang sudah sampai di tujuan, yaitu gedung yang menjulang tinggi di depan bank. tidak mungkin kan, mereka langsung menyergap masuk ke dalam bank—walaupun sudah tau letak para penjaga tetap saja akan seperti misi bunuh diri.

gedung tinggi itu sudah kosong, jelas, karena dibeli oleh iwaizumi 2 hari yang lalu. tidak ada lagi buang waktu, oikawa masuk duluan ke dalam lalu diikuti oleh semi dan iwaizumi berada tepat di belakang. mereka sering berposisi seperti itu kala berada di tempat yang memiliki area kosong lebar, untuk mencegah jika terjadi situasi diluar rencana.

jenis combat oikawa kuasai adalah long range, maka dari itu menguntungkan apabila ia berada paling depan. terlebih lagi mata kecoklatan sang model begitu tajam akan target, tidak peduli keadaan sedang temaram atau terang sekalipun.

sedangkan untuk semi, yang lebih ke short range, cocok berada di tengah. ia akan gampang menghabisi musuh dari samping tanpa harus terlalu masuk ke dalam zona musuh yang bisa membahayakan dirinya. tapi tentu saja semi masih bisa bertarung dari jauh dengan melemparkan hira shuriken miliknya.

iwaizumi sendiri sebenarnya memiliki tipe combat yang sama seperti semi—short range. namun ia bukan agent terbaik semata di gelar saja. bagi dirinya, tidak masalah mau dekat atau jauh, kalau itu musuh maka ia tidak akan ragu untuk membunuh.

“gaahh, gedung ini terlalu tinggi, too many goddamn stairs,”

keluhan itu datang dari oikawa yang mulai kelelahan padahal tinggal sisa 2 lantai lagi menuju rooftop gedung tersebut.

“bentar lagi sampai, tooru.” begitu iwaizumi berucap, oikawa seakan lupa telah mengeluh tanpa malu—berubah bersemangat hingga menaiki tangga dengan badan yang sedikit dimajukan.

ada-ada saja. semi sampai tertawa kecil lihatnya. tetapi ketawa itu sirna—tidak, bukan hanya ketawa saja, lebih tepatnya semua udara bercanda diantara mereka bertiga, digantikan dengan aura membunuh yang mencekam kala mereka telah berada di rooftop.

seperti yang dirancanakan, equipment disiapkan oleh semi tersusun rapi di lantai. siap untuk digunakan. pun ketiganya mengambil sesuai kebutuhan, lalu berjalan hingga ke sisi pembatas rooftop.

tidak ada yang berucap. hanya ada anggukan ketika iwaizumi menoleh kearah semi dan oikawa meminta konfirmasi sebelum akhirnya menembakkan tali pengait dengan sebuah hook launcher ke arah atap bank yang dihiasi suatu dome dibuat dari kaca.

tali terkait secara sempurna. walau begitu semi tetap pastikan, tangan mengetes ketegangan tali.

“aman?” tanya oikawa. beberapa detik kemudian dibalas dengan kalimat yang sama oleh semi serta tambahan acungan jempol.

alright, we're good to go then.” iwaizumi menaruh serta mengunci hook launcher-nya di sebuah tiang disamping mereka, membuat lintasan tali dari gedung ke bank jauh lebih miring.

ia sudah bersiap-siap untuk meluncur pertama dengan sebuah benda terbuat dari besi berbentuk seperti boomerang sebagai pegangannya, tetapi—

let me be the first one, iwa-chan.”

oikawa menyela.

di wajah terukir senyum miring yang biasa digunakan ketika merasa begitu percaya diri. mengerikan bagaimana ia berubah begitu cepat, tadi serasa baru saja mengeluh akan tangga. sudah gitu tangan mendadak tidak lagi menenteng apapun—kedua rifle-nya telah diselimpangkan di belakang punggung.

melihat pacarnya sudah siap membuat iwaizumi mundur. tanpa basa-basi biarkan oikawa meluncur duluan.

“woohoo!” berteriak senang ketika badan melayang diatas jalanan, oikawa sampai di atas bank dalam hitungan sepersekian detik saja. ia kemudian langsung berpose seakan mengolok iwaizumi dan semi yang masih diatas sana.

how the hell you're able to keep up with him that long, iwa.” semi bahkan bisa rasa pusing membayangkan harus hidup bersama dengan oikawa nonstop.

tidak ada jawaban. iwaizumi hanya ketawa, kemudian menyusul oikawa, meluncur begitu saja. meninggalkan semi yang terkejut dan buru-buru mengikuti iwaizumi.

ah, akhirnya. bertiga berada di atas bank, langkah pertama dari misi mereka sukses tanpa hambatan.

sekarang untuk tahap berikutnya. iwaizumi pencet tombol aktivasi earbuds yang menyambungkannya dengan shirabu,

“test, shirabu.”

'loud and clear, boss.'

“kita udah di posisi, do it.

'roger that.'

“aiishh! why won't you guys let me drive?!” oikawa merengek, merasa tidak adil bagaimana iwaizumi lebih memilih semi sebagai orang yang akan mengemudi mobil.

shirabu menghela nafas, lalu jawab pertanyaan oikawa. “kita bakal 100% mati kalau lo yang bawa,”

oikawa hanya merengut mendengar jawaban shirabu tetapi tetap berjalan stabil disamping iwaizumi yang tidak terlalu menghiraukan pertikaian kecil diantara sang model dan si genius.

saat ini mereka sudah berada di garasi kala waktu telah menunjukkan jam 2 pagi, lengkap dengan persenjataan serta outfit khusus yang dipilihkan oikawa tempo hari. iwaizumi menggunakan turtleneck hitam dilapis bulletproof vest dipadukan dengan celana hitam berikat pinggang putih serta dua pistol (specifically, glock 19 and beretta 92fs) yang berada di kedua sisi.

untuk oikawa, ia menggunakan kostum yang hampir sama seperti iwaizumi. bedanya tidak memakai turtleneck—hanya kaos lengan panjang hitam serta luarannya dilapis lagi dengan bomber jacket warna abu-abu gelap agar tidak merasa dingin nanti. juga, ia membawa dua rifle, tangan menenteng remington 700 dan ar-15 yang diselimpangkan di belakang punggung.

diantara mereka berdua hanya semi yang paling berbeda sendiri outfitnya. lelaki berambut abu itu menggunakan haori hitam-putih bergaris dengan kemeja hitam sebagai dalaman kemudian dilengkapi celana abu-abu kebesaran dan katana berada di samping kanan. ada alasan khusus semi memilih menggunakan outfit ini—katanya untuk tetap menghormati darah keturunannya yang mengalir di tubuh.

kalau shirabu, bagaimana? ya tidak berganti outfit. ia tidak ikut, sehingga hanya bisa tatap ketika semi, oikawa dan iwaizumi sudah menaiki mobil. tapi sebelum mereka benar-benar pergi dari markas, shirabu melangkah maju seperti ingin menyampaikan sesuatu ke semi.

pun jendela mobil milik pengemudi langsung turun, “kenapa, shira?” pertanyaan semi layak tertelan udara sangking halusnya suara yang dikeluarkan.

shirabu menggeleng. tangan dibawa naik untuk mengelus kecil rambut semi. lucu, mereka berdua seakan lupa ada iwaizumi dan oikawa yang sedari tadi hanya menahan tawa serta menggeleng-geleng tidak percaya bagaimana bisa mereka belum pacaran.

just.. come home safely.” shirabu menggumam. lantas semi ketawa, cubit hidung yang lebih muda sebagai tanda akan janji tidak terucap bahwa ia bakal pulang selamat.

pada saat itu juga oikawa tidak bisa menahan cengirannya lagi lalu berakhir menggoda semi dan shirabu, “awww cie cie kapan pacarannya nih~”

“oikawa anjing what a fucking way to ruin the mood” semi menggeram, shirabu hanya memutar matanya malas sambil mendesis sebal.

“kalian apa gak capek begini terus tiap hari? udah, ayo pergi. we're almost late.” akhirnya iwaizumi turun tangan kala dirasa sudah terlalu lama mengobrol. pun semi tanpa banyak omong langsung menjalankan mobil keluar dari garasi walaupun sebelum itu sempat memberi senyuman kearah shirabu.

setelah mobil tidak bisa dilihat, shirabu bergegas balik masuk ke dalam markas, menuju ke ruangan tengah dimana akaashi sudah kembali berkutat dengan komputernya.

tidak boleh, tidak boleh ada satupun kesalahan, mau dari dirinya, semi, oikawa, atau bahkan iwaizumi sekalipun—nyawa mereka disini taruhannya.