interrogation room : the one who never sees the truth

pintu putih dingin itu terbuka.

osamu tidak perlu menaikkan kepala untuk mengetahui siapa yang sekarang berjalan dan duduk di depannya. suna, sudah pasti, lelaki berpakaian hoodie merah maroon ini pasti suna rintarou. partnernya, dulu.

“lo bahkan gak mau lihat gue?” suna mencemooh, “tapi yaudah sih. gue juga gak apa-apa ngomong kayak gini.”

bukan, bukan begitu. osamu ingin lihat suna, ingin meminta maaf, ingin mengungkap bagaimana penyesalan akan khianati lelaki itu jadi penuhi relung hingga rasanya sesak. tetapi tidak bisa. osamu tetap menunduk. tenggorokan panas menahan tangisan.

tsumu is dead, huh? dan sekarang lo di penjara gini. ckck. gue sampai sekarang bingung lo dapat ide segila itu dari mana, samu?”

masih tidak ada jawaban. suna hela nafas. tangan mengarah ke rambut osamu—niatan mau mengusaknya seperti yang ia biasa lakukan dulu. tetapi tidak jadi. tangan suna kembali tertaruh rapi diatas meja besi dimana rantai yang memborgol tangan osamu melilit menyedihkan.

hampir mengerang, osamu tau suna tadi mau menyentuh rambutnya. 'tolong jangan ragu, arahkan tanganmu lagi, setidaknya beri tau aku bahwa kamu tidak membenciku,' pikiran berucap penuh pilu.

“hey, samu. do you ever wonder why i always worked hard for you, even though i never asked anything in return?” suara suna serak. kesedihan bisa dirasa menggumpal di sela-sela.

osamu tau itu pertanyaan serius. 'ayo, jawab, aku mohon, jangan buat dirinya tambah membencimu,' kali ini hatinya yang berteriak, memohon pada bibir untuk membuka, pada pita suara untuk berucap. hanya saja suna lebih dulu bersuara.

“itu karena gue sayang sama lo. bukan cuma karena lo partner gue, but it's truly because i love you, so fucking much that it hurts, lo gatau seberapa berat rasanya setelah tau lo khianatin gue gitu aja,”

as if i never mattered to you.

'enggak, rintarou, tolong, aku sayang kamu juga, you're important to me, more than anyone else, please save me, maaf aku udah pentingin persaingan dibanding kamu, i really need you back.'

isak tangis mulai terdengar. pelan, namun pasti. itu osamu, sudah tidak bisa tahan, terlalu banyak emosi meledak ledak dalam pikiran. tetapi bibir tetap tertutup. seperti telah dikutuk untuk tetap diam.

sebelum berkata suna terkekeh, telinga seakan tuli akan isakan osamu. “jujur, gue iri liat iwaizumi sama oikawa. atau semi sama shirabu yang setelah kejadian kemarin langsung jadian. it's like, how could they go that way so easily, sedangkan gue sama lo—gue rasa gue cuman bisa mimpi aja.”

kosong. setelah itu tidak ada yang berucap. osamu masih menunduk bergetar mencoba menahan tangis agar masih bisa terkontrol. suna tatap kosong dinding putih di belakang osamu.

beberapa menit kemudian suara derit bangku terdengar, suna berdiri. “waktu gue udah habis.” kali ini suna hanya menggumam, tangan tidak lagi ragu untuk mengusak rambut osamu yang langsung berubah kaku.

i love you, and goodbye, samu.