the culprit : a trap
sepi. anehnya begitu sepi. mereka bertiga bisa dengar langkah kaki mereka semakin jelas kala sudah dekat dengan tujuan. kota tidak ada penghuni dibawah kota—jujur saja ini mengerikan, walau hampir semua lampu menyala. oikawa bahkan berjengit jijik berulang kali karena tikus berlarian kesana kemari, yang mana semi sampai menyuarakan kekesalannya karena oikawa membuyarkan konsentrasinya.
tetapi sedetik kemudian mereka kembali bersatu dengan aura kota tertinggal itu, luar biasa mencekam. tidak membutuhkan lebih dari 10 menit untuk mereka sampai pada tempat yang disuruh oleh si anonymous.
waktunya pun, pas pada pukul jam 12. hanya saja—kemana orang ini? iwaizumi hampir saja mengamuk. mulai kehilangan kesabaran. 5 menit terlewat, masih tidak apa-apa.
namun kala sudah 45 menit dilewatkan, iwaizumi langsung mengeluarkan pistolnya, dimana oikawa dan semi sontak merapatkan tubuh mereka sekaligus mengeluarkan pistol juga. sekarang posisi mereka berubah jadi menghadap ke arah yang berbeda-beda guna mengurangi blind spot, sekalipun mereka tau ada shirabu dan osamu berada di sela-sela ventilasi udara siap melindungi.
“oi, whoever the fuck you are, the one who sends the message to oikawa, lo mending cepat keluar. sekarang.” suara iwaizumi menggema. amarah benar-benar menguar dari intonasinya, hanya orang bodoh yang tidak akan merasa takut.
tidak ada respon. keadaan kota terbuang itu masih sama. sepi. ada yang salah, iwaizumi tau ini. matanya menelisik tajam ke seluruh penjuru, lalu tangkap sesuatu berkilau melilit di chandelier paling ujung.
brengsek. iwaizumi langsung menarik oikawa dan semi untuk pergi dari situ, “lari! they put a goddamn bomb!” ia berteriak bukan hanya menjelaskan kepada dua orang yang bersamanya sekarang, namun juga kepada osamu dan shirabu yang notabene-nya lumayan dekat dengan posisi bom tersebut.
mereka berhasil keluar, terduduk di aspal jalanan. bila telat sedetik pun mungkin sudah hilang nyawa. nafas masai bersahutan jadi pengisi suara di heningnya malam itu tetapi beberapa menit kemudian semi dengar sesuatu yang lain. langkah kaki orang menuju mereka.
“fuck, we gotta run again,” semi berucap, tangan bantu oikawa serta iwaizumi untuk berdiri. mereka berlari ke arah kanan—sialnya berlawanan dengan arah jalan pulang ke markas.
iwaizumi secara sigap beri tau shirabu dan osamu, “kalian pergi duluan. we still need to sort things out here.“
'alright captain.'
tetapi sungguhan, ini benar-benar sial. mereka sekarang berada dalam sebuah pemukiman. mana bisa melawan. oikawa sedikit menoleh ke belakang, “ada 10 orang. agak jauh dari kita.”
berarti tidak apa-apa apabila mereka tidak gunakan senjata. iwaizumi menggangguk, seakan beri kode ke semi dan oikawa untuk berlari lebih cepat.
namun tiba-tiba rumah di samping kanan mereka meledak—menghempaskan tubuh untuk terbanting menyedihkan melawan kerasnya aspal jalanan. para pengejar mereka, sudah gila, lemparkan grenade bukan ke arah mereka tetapi ke rumah orang-orang yang tidak bersalah.
semi menggeram marah, sudah siap untuk melawan balik, paling tidak suka ketika warga terlibat dalam pertarungan. hanya saja oikawa menahan. menggeleng tidak setuju jika semi keluarkan senjata. jemari sang model menunjuk ke arah kiri, ke sebuah mobil. buat semi dan iwaizumi yang sedari tadi diam jadi paham.
mereka tidak bisa selamatkan warga. prioritas mereka sekarang adalah untuk pergi secepatnya sebelum ada yang bisa melihat. tetapi, sayang sekali—hari ini memang hari kesialan mereka.