fantasia

oikawa mengetuk kecil meja dengan jemari-jemari. takut, merasa siap tidak siap untuk bertemu iwaizumi— lelaki yang ditemui lewat app.

sebenarnya bukan itu saja yang buat oikawa resah, tapi juga fakta iwaizumi mau bagaimanapun tetap seseorang yang asing. sehingga siapa tau ia berniat jahat, kan oikawa mana tau. (jangan bilang siapapun bahwa ada semprotan serangga di tas selempang hitam yang oikawa gunakan.)

sekitar 5 menit oikawa menunggu sebelum akhirnya lelaki rambut hitam persis seperti yang ada di foto profile iwa muncul, menggunakan kemeja abu-abu dipadu dengan celana kargo hitam.

wah gila, ini namanya gila. oikawa bisa rasa mata terpaku. tetapi itu bukan salahnya, sama sekali bukan, karena siapa yang menyuruh iwaizumi terlihat begitu gagah? berjalan seakan berada di runway dan sedikit angkuh—oikawa bisa tau kok lelaki itu memang biasa berjalan begitu, jadi bukan disengaja.

“hey, kawa kan?” iwaizumi duduk, oikawa langsung berkedip cepat. mengeluarkan diri dari lamunan akan kemaruk lihati pahatan wajah lelaki yang ada didepannya ini.

“e-eh iya, iwa..?” kaku, bahkan oikawa tidak bisa tatap langsung iwaizumi tepat di mata. itu buat iwaizumi terkekeh, “kamu kaku banget. relax aja, santai.” sambil tersenyum tipis.

lagi-lagi. mata terpaku. sepertinya iwaizumi sama sekali tidak sehat untuk oikawa, belum ada 1 jam bertemu tetapi kewarasan hampir menguap habis.

tidak sadar sudah menatapi tanpa kedip sebegitu lama, oikawa terperanjat ketika iwaizumi berdeham sedikit— pikiran berteriak ya tuhan, aku malu.

“lucu banget,” ketawa terselip diantara kalimat, “kawa gak mau pesan minum atau makan?” tanya iwaizumi karena meja mereka kosong, berbanding balik dengan meja milik orang lain. bahkan para pelayan sedikit menatap keduanya aneh.

sengaja, sih. kan tidak etis rasanya kalau oikawa pesan duluan sebelum iwaizumi datang— “mau kok. tadi cuma nungguin kamu dateng aja.”

pun berakhir dengan dua iced tea dengan sepasang chicken curry ramen menghiasi meja.

“iwa-chan~ ayo lanjutin 20 questions tadi!”

iya, betul. oikawa sudah merasa nyaman, sehingga tidak ada lagi hawa canggung yang sebelumnya menyelimuti. kalau masalah nama panggilan, awalnya iwaizumi sempat mematung namun kemudian membiarkan oikawa memanggil sesuka hati.

“giliranku bertanya ya? kalau gitu, kesukaanmu apa, tooru? selain makanan atau hal umum lainnya.”

apa, ya? oikawa sendiri sempat bingung. mata berkeliling kesana kemari sambil berpikir, lalu menunduk—atensi penuh pada gantungan melekat di tas selempang yang digunakan. oh. bisa-bisanya ia lupa.

tapi itu sedikit memalukan bagi seseorang umur 20 tahun sepertinya, “... aku suka alien.” jawaban hampir tertelan udara. oikawa sengaja menurunkan sampai terkesan layak sedang bergumam.

“hah? apa? aku tidak mendengarnya.” iwaizumi memajukan wajah sedikit, refleks oikawa menaikkan kedua tangan tetapi tidak menjauhkan. apa iwaizumi tidak sadar sekarang jarak mereka dekat? padahal terasa sekali pandangan orang-orang mulai menatapi dari belakang punggung.

atau jangan-jangan memang sengaja?

tapi sudahlah. oikawa lebih fokus bagaimana ia menjawab, tenggorokan kering. terpaksa menelan ludah sebelum belah bibir mengeluarkan suara,

“alien, iwa-chan— aku suka alien. tolong jangan ketawa.”

bibir iwaizumi membulat sebentar, sambil kembali duduk normal. “aku tidak akan ketawa karena aku sendiri suka dengan godzilla— setidaknya sedikit mirip sama alien.”

oikawa mengerutkan alisnya, apa tadi iwaizumi bilang? godzilla sedikit mirip alien? memang benar ya, tidak ada manusia sempurna di dunia ini. mirip darimana, coba.

“godzilla?! tidak ada mirip-miripnya dengan alien, iwa-chan! alien sangat keren sedangkan godzilla.. ugh. tidak, pokoknya tidak!”

“apa-apaan? alien membosankan, tooru, yang keren itu godzilla!”

“enggak, alien yang terkeren!”

“godzilla!”

“alien!!”

“uh.. permisi, maaf— bisa tolong kecilkan suara kalian..? para pelanggan yang lain sedikit terganggu soalnya.”

iwaizumi dan oikawa berhenti berdebat saat itu juga, ketika didatangi oleh pelayan. barulah mereka sadar sudah begitu ribut akan pendapat masing-masing. setelah pelayan itu pergi, berdua saling tatap sebelum membagi tawaan dalam sembunyi.

hangat, oikawa bisa rasa hangat jalar keseluruh bagian tubuh. hati mulai mengakomodasi tempat untuk menaruh cinta terhadap sang lelaki pencinta godzilla.

mau selamanya disini. kalau bisa saja, oikawa mau menetap, berbagi candaan bersama iwaizumi. sayangnya tidak bisa, begitu iwaizumi cek jam di arloji yang hiasi pergelangan tangannya— oikawa tau waktu mereka sudah habis.

“tooru, sudah lumayan larut. kamu tadi kesini pake apa?” tanya iwaizumi, yang mana oikawa menjawab “jalan kaki. kebetulan tadi lagi dekat. ini mau pulang naik bis, kayaknya.”

“gak, jangan naik bis. sama aku aja, aku antar pulang.”

awalnya mau menolak, tapi tangan keburu digenggam. toh juga— siapa oikawa untuk menolak?

mencekam.

udaranya benar-benar mencekam. mereka bertiga duduk saling berhadapan di meja bundar milik sang tuan rumah, sejak tadi tidak ada kalimat yang keluar atau bahkan gurauan yang biasanya ada. seakan-akan memang ketiganya tau permasalahan kali ini serius.

namun tetap saja, pembicaraan mereka malah dibuka dengan suara ketawa dari seseorang yang sedari tadi semi tatap tajam. “jadi ini alasan lo kesini, bang? udah gitu bawa shirabu juga,”

mendengar namanya disebut, shirabu kaget. bukankah hanya semi yang bisa melihatnya? tapi sedetik kemudian ia tenang, dengan orang ini bisa melihatnya jadi bukti bahwa ia memang sang pembunuh.

cut the shit out, samu. lo jelasin kenapa lo bunuh kenjirou, sekarang.”

osamu lagi-lagi tertawa, tidak merasa takut akan kalimat semi yang dipenuhi ancaman. “eye for an eye, bang. lo berdua mungkin gak inget kehidupan lampau kalian kayak apa, tapi gue inget. haha. lo bisa bayangin, gak? gue inget semuanya.”

“kalau kalian belum bisa nebak, gue kasih tau. i was one of the guards, yang ngejaga gerbang surga,” sebelum melanjut, osamu tunjuk semi, “yang lo sebut sebagai sahabat pada saat itu.”

dalam diam shirabu tau ini, persis sama seperti apa yang rabu ceritakan. ia ingat rabu juga berkata bahwa semi di saat itu bisa masuk ke surga karena bersahabat dengan para penjaga—ah, bentar, 'para?', berarti bukan hanya osamu. ada satu atau lebih orang lagi yang juga menjaga.

“gara-gara lo, enggak, lebih tepatnya gara-gara kalian ketahuan, gue jadi sengsara. gue.. gue udah bahagia, ngejaga gerbang gitu aja, bareng sama suna—tapi semua itu hancur. gue sama suna dipatahin sayapnya karena dianggap berkhianat, dan dibuang ke bumi. you two wanna know what broke me the most? suna gak selamat, ninggalin gue sendiri disini,”

semi mulutnya untuk berbicara, tetapi ditahan oleh shirabu yang berisyarat, 'biarkan osamu selesaikan ceritanya dulu.'

i waited so long for suna to reborn. rasanya sakit, sakit banget. gue harus hidup di bumi tanpa siapa-siapa karena kembaran gue juga belum boleh turun. walaupun ya, gue dapat sedikit hiburan ngeliatin kalian terjebak kutukan di setiap kehidupan sampai sekarang, but don't get me wrong, dulu shirabu meninggal karena kehendak alam dan bukan karena gue.”

“terus? semua itu belum jelasin kenapa lo mau bunuh kenjirou sekarang.” jengah, bisa dibilang sekarang semi jengah. berbeda dengan shirabu yang mulai merasa bersalah. 'osamu harus tersiksa seperti itu karena gue,' begitu isi pikirannya.

“jawabannya simpel. di kehidupan ini akhirnya suna kembali ada di samping gue, ditambah atsumu juga udah bisa ke bumi. tapi dengan adanya dia,” osamu melihat kearah shirabu, “gue dan suna gak bisa hidup tenang.”

semi menggeram, tangannya hantam meja. tersulut amarah. “tapi tetap aja—”

“—enggak, kak ei. osamu bener.”

akhirnya membuka suara, shirabu tatap osamu dengan iba. tidak peduli dengan semi yang terlihat tidak terima dan tidak mengerti bagaimana bisa ia membenarkan seseorang yang ingin membunuhnya.

“samu, maafin gue. maafin gue sama kak ei. you don't have to kill me, cukup maafin gue aja. setelahnya lo bakal dapat ketenangan yang lo mau bareng suna.” entah mengapa, shirabu tau apa yang harus ia lakukan secara begitu saja. mungkin karena bantuan rabu—atau mungkin kesadarannya sendiri tunjukkan jalan keluar untuk patahkan kutukannya.

osamu terdiam. disitu shirabu paham, osamu sebenarnya tidak ingin membunuhnya. ia.. ia hanya ingin hidup bersama suna. sama seperti shirabu yang ingin bersama semi.

“tolong, samu. i'm not lying. tolong maafin gue sama kak ei.”

hela nafas, “fine. gue maafin kalian. tapi kalau sampai gak sesuai perkataan, lo bakal gue incar lagi, shirabu.”

shirabu terkekeh, bersamaan dengan itu tubuhnya perlahan mendadak memudar—membuat semi panik dan osamu terkejut. “dek..? kena—kenapa..? kenapa gini?!” suaranya bergetar, mencoba menggapai shirabu yang sudah setengah menghilang.

sedari awal shirabu tau, tau dengan jelas bahwa ia akan kembali kepada takdir awalnya yaitu menjadi seorang yang sudah tidak berada di bumi kala osamu memaafkan dirinya dan eita. tetapi itu semua tidak masalah, mengetahui bahwa kutukannya sudah berakhir,

we'll find each other again, kak. sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya.”

mencekam.

udaranya benar-benar mencekam. mereka bertiga duduk saling berhadapan di meja bundar milik sang tuan rumah, sejak tadi tidak ada kalimat yang keluar atau bahkan gurauan yang biasanya ada. seakan-akan memang ketiganya tau permasalahan kali ini serius.

namun tetap saja, pembicaraan mereka malah dibuka dengan suara ketawa dari seseorang yang sedari tadi semi tatap tajam. “jadi ini alasan lo kesini, bang? udah gitu bawa shirabu juga,”

mendengar namanya disebut, shirabu kaget. bukankah hanya semi yang bisa melihatnya? tapi sedetik kemudian ia tenang, dengan orang ini bisa melihatnya jadi bukti bahwa ia memang sang pembunuh.

cut the shit out, samu. lo jelasin kenapa lo bunuh kenjirou, sekarang.”

osamu lagi-lagi tertawa, tidak merasa takut akan kalimat semi yang dipenuhi ancaman. “eye for an eye, bang. lo berdua mungkin gak inget kehidupan lampau kalian kayak apa, tapi gue inget. haha. lo bisa bayangin, gak? gue inget semuanya.”

“kalau kalian belum bisa nebak, gue kasih tau. i was one of the guards, yang ngejaga gerbang surga,” sebelum melanjut, osamu tunjuk semi, “yang lo sebut sebagai sahabat pada saat itu.”

dalam diam shirabu tau ini, persis sama seperti apa yang rabu ceritakan. ia ingat rabu juga berkata bahwa semi di saat itu bisa masuk ke surga karena bersahabat dengan para penjaga—ah, bentar, 'para?', berarti bukan hanya osamu. ada satu atau lebih orang lagi yang juga menjaga.

“gara-gara lo, enggak, lebih tepatnya gara-gara kalian ketahuan, gue jadi sengsara. gue.. gue udah bahagia, ngejaga gerbang gitu aja, bareng sama suna—tapi semua itu hancur. gue sama suna dipatahin sayapnya karena dianggap berkhianat, dan dibuang ke bumi. you two wanna know what broke me the most? suna gak selamat, ninggalin gue sendiri disini,”

semi mulutnya untuk berbicara, tetapi ditahan oleh shirabu yang berisyarat, 'biarkan osamu selesaikan ceritanya dulu.'

i waited so long for suna to reborn. rasanya sakit, sakit banget. gue harus hidup di bumi tanpa siapa-siapa karena kembaran gue juga belum boleh turun. walaupun ya, gue dapat sedikit hiburan ngeliatin kalian terjebak kutukan di setiap kehidupan sampai sekarang, but don't get me wrong, dulu shirabu meninggal karena kehendak alam dan bukan karena gue.”

“terus? semua itu belum jelasin kenapa lo mau bunuh kenjirou sekarang.” jengah, bisa dibilang sekarang semi jengah. berbeda dengan shirabu yang mulai merasa bersalah. 'osamu harus tersiksa seperti itu karena gue,' begitu isi pikirannya.

“jawabannya simpel. di kehidupan ini akhirnya suna kembali ada di samping gue, ditambah atsumu juga udah bisa ke bumi. tapi dengan adanya dia,” osamu melihat kearah shirabu, “gue dan suna gak bisa hidup tenang.”

semi menggeram, tangannya hantam meja. tersulut amarah. “tapi tetap aja—”

“—enggak, kak ei. osamu bener.”

akhirnya membuka suara, shirabu tatap osamu dengan iba. tidak peduli dengan semi yang terlihat tidak terima dan tidak mengerti bagaimana bisa ia membenarkan seseorang yang ingin membunuhnya.

“samu, maafin gue. maafin gue sama kak ei. you don't have to kill me, cukup maafin gue aja. setelahnya lo bakal dapat ketenangan yang lo mau bareng suna.” entah mengapa, shirabu tau apa yang harus ia lakukan secara begitu saja. mungkin karena bantuan rabu—atau mungkin kesadarannya sendiri tunjukkan jalan keluar untuk patahkan kutukannya.

osamu terdiam. disitu shirabu paham, osamu sebenarnya tidak ingin membunuhnya. ia.. ia hanya ingin hidup bersama suna. sama seperti shirabu yang ingin bersama semi.

“tolong, samu. i'm not lying. tolong maafin gue sama kak ei.”

hela nafas, “fine. gue maafin kalian. tapi kalau sampai gak sesuai perkataan, lo bakal gue incar lagi, shirabu.”

shirabu terkekeh, bersamaan dengan itu tubuhnya perlahan mendadak memudar—membuat semi panik dan osamu terkejut. “dek..? kena—kenapa..? kenapa gini?!” suaranya bergetar, mencoba menggapai shirabu yang sudah setengah menghilang.

sedari awal shirabu tau, tau dengan jelas bahwa ia akan kembali kepada takdir awalnya yaitu menjadi seorang yang sudah tidak berada di bumi kala osamu memaafkan dirinya dan eita. tetapi itu semua tidak masalah, mengetahui bahwa kutukannya sudah berakhir,

we'll find each other again, kak. sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya.”

mencekam.

udaranya benar-benar mencekam. mereka bertiga duduk saling berhadapan di meja bundar milik sang tuan rumah, sejak tadi tidak ada kalimat yang keluar atau bahkan gurauan yang biasanya ada. seakan-akan memang ketiganya tau permasalahan kali ini serius.

namun tetap saja, pembicaraan mereka malah dibuka dengan suara ketawa dari seseorang yang sedari tadi semi tatap tajam. “jadi ini alasan lo kesini, bang? udah gitu bawa shirabu juga,”

mendengar namanya disebut, shirabu kaget. bukankah hanya semi yang bisa melihatnya? tapi sedetik kemudian ia tenang, dengan orang ini bisa melihatnya jadi bukti bahwa ia memang sang pembunuh.

cut the shit out, samu. lo jelasin kenapa lo bunuh kenjirou, sekarang.”

osamu lagi-lagi tertawa, tidak merasa takut akan kalimat semi yang dipenuhi ancaman. “eye for an eye, bang. lo berdua mungkin gak inget kehidupan lampau kalian kayak apa, tapi gue inget. haha. lo bisa bayangin, gak? gue inget semuanya.”

“kalau kalian belum bisa nebak, gue kasih tau. i was one of the guards, yang ngejaga gerbang surga,” sebelum melanjut, osamu tunjuk semi, “yang lo sebut sebagai sahabat pada saat itu.”

dalam diam shirabu tau ini, persis sama seperti apa yang rabu ceritakan. ia ingat rabu juga berkata bahwa semi di saat itu bisa masuk ke surga karena bersahabat dengan para penjaga—ah, bentar, 'para?', berarti bukan hanya osamu. ada satu atau lebih orang lagi yang juga menjaga.

“gara-gara lo, enggak, lebih tepatnya gara-gara kalian ketahuan, gue jadi sengsara. gue.. gue udah bahagia, ngejaga gerbang gitu aja, bareng sama suna—tapi semua itu hancur. gue sama suna dipatahin sayapnya karena dianggap berkhianat, dan dibuang ke bumi. you two wanna know what broke me the most? suna gak selamat, ninggalin gue sendiri disini,”

semi mulutnya untuk berbicara, tetapi ditahan oleh shirabu yang berisyarat, 'biarkan osamu selesaikan ceritanya dulu.'

i waited so long for suna to reborn. rasanya sakit, sakit banget. gue harus hidup di bumi tanpa siapa-siapa karena kembaran gue juga belum boleh turun. walaupun ya, gue dapat sedikit hiburan ngeliatin kalian terjebak kutukan di setiap kehidupan sampai sekarang, but don't get me wrong, dulu shirabu meninggal karena kehendak alam dan bukan karena gue.”

“terus? semua itu belum jelasin kenapa lo mau bunuh kenjirou sekarang.” jengah, bisa dibilang sekarang semi jengah. berbeda dengan shirabu yang mulai merasa bersalah. 'osamu harus tersiksa seperti itu karena gue,' begitu isi pikirannya.

“jawabannya simpel. di kehidupan ini akhirnya suna kembali ada di samping gue, ditambah atsumu juga udah bisa ke bumi. tapi dengan adanya dia,” osamu melihat kearah shirabu, “gue dan suna gak bisa hidup tenang.”

semi menggeram, tangannya hantam meja. tersulut amarah. “tapi tetap aja—”

“—enggak, kak ei. osamu bener.”

akhirnya membuka suara, shirabu tatap osamu dengan iba. tidak peduli dengan semi yang terlihat tidak terima dan tidak mengerti bagaimana bisa ia membenarkan seseorang yang ingin membunuhnya.

“samu, maafin gue. maafin gue sama kak ei. you don't have to kill me, cukup maafin gue aja. setelahnya lo bakal dapat ketenangan yang lo mau bareng suna.” entah mengapa, shirabu tau apa yang harus ia lakukan secara begitu saja. mungkin karena bantuan rabu—atau mungkin kesadarannya sendiri tunjukkan jalan keluar untuk patahkan kutukannya.

osamu terdiam. disitu shirabu paham, osamu sebenarnya tidak ingin membunuhnya. ia.. ia hanya ingin hidup bersama suna. sama seperti shirabu yang ingin bersama semi.

“tolong, samu. i'm not lying. tolong maafin gue sama kak ei.”

hela nafas, “fine. gue maafin kalian. tapi kalau sampai gak sesuai perkataan, lo bakal gue incar lagi, shirabu.”

shirabu terkekeh, bersamaan dengan itu tubuhnya perlahan memudar—membuat semi panik dan osamu terkejut. “dek..? kena—kenapa..? kenapa gini?!” suaranya bergetar, mencoba menggapai shirabu yang sudah setengah menghilang.

sedari awal shirabu tau, tau jelas bahwa ia akan kembali kepada takdir awalnya yaitu menjadi seorang yang sudah tidak berada di bumi kala osamu memaafkan dirinya dan eita. tetapi itu semua tidak masalah, mengetahui bahwa kutukannya sudah berakhir,

we'll find each other again, kak. sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya.”

“jadi gue dan kak ei ketemu di kehidupan sekarang karena kita bersumpah dulu? terus apa buruknya..? kenapa lo bilang kutukannya kejadian lagi?” shirabu banyak bertanya karena cerita tadi menurutnya masih terlalu banyak yang abu.

“begini, kita dan eita, udah ketemu mungkin sekitar 5 kehidupan. kehidupanmu yang ini, adalah kehidupan yang keenam. dan di setiap kehidupan yang lampau, we'll always die, ninggalin eita sendirian. that's the risk of having to carry out such a forbidden love.

shirabu mengernyit, “kalau begitu kenapa gue masih hidup?”

“hmm kamu tau kan, kalau mencintai terlalu berlebihan akan berakhir buruk?” rabu terkekeh sebentar, “in this case, you and eita created a new curse, resulting a contradictory upon the old curse that's been there. intinya, dibanding dengan di kehidupan lampau, di kehidupan ini kalian jauh lebih mencintai satu sama lain makanya bisa begitu. ditambah lagi kedua kutukan itu juga jadi menyatu.”

ini semua.. sedikit lucu, shirabu pikir. kalau misalnya, ia bercerita tentang semua ini kepada dirinya sendiri beberapa bulan yang lalu, ia pasti akan mentertawakannya. mendapat kutukan atas cinta? astaga, benar-benar lawak.

baru saja bibir terbelah untuk membalas perkataan rabu, tubuh shirabu perlahan menghilang. tanda bahwa waktunya sudah habis. padahal ingin bertanya bagaimana cara ia patahkan kutukannya. untung saja rabu bisa membaca pikiran, maka dari itu kalimat terakhir yang ia dengar adalah,

find the one who killed and also tried to kill you again!


shirabu terbangun terduduk dengan nafas masai. secara tidak sengaja membangunkan semi yang berada di sampingnya yang kaget.

“ken?! kamu udah gak apa-apa?” semi bertanya, shirabu tidak menjawab. malah memegang kedua bahu semi, “kak ei, kakak ingat plat nomor mobil yang kemarin hampir nabrak aku gak?”

kedua alis semi bertaut bingung. “hah..? emangnya kena—”

“—kak, please remember it! itu satu-satunya cara biar kita bisa hidup tenang.” shirabu memotong perkataan semi, menunjukkan bahwa ia serius, hal yang ia minta harus dilaksanakan segera.

setelah itu hening datang menyapa. semi hilang dalam pikiran, sebelum akhirnya matanya membulat menyadari sesuatu. melihat ini shirabu menyeletuk, “apa nomornya familiar, kak?”

”... iya. tapi itu punyanya—fuck, aku bakal chat dia. we'll talk about this. aku harus tau kenapa dia gitu ke kamu.”

“jadi gue dan kak ei ketemu di kehidupan sekarang karena kita bersumpah dulu? terus apa buruknya..? kenapa lo bilang kutukannya kejadian lagi?” shirabu banyak bertanya karena cerita tadi menurutnya masih terlalu banyak yang abu.

“begini, kita dan eita, udah ketemu mungkin sekitar 5 kehidupan. kehidupanmu yang ini, adalah kehidupan yang keenam. dan di setiap kehidupan yang lampau, we'll always die, ninggalin eita sendirian. that's the risk of having to carry out such a forbidden love.

shirabu mengernyit, “kalau begitu kenapa gue masih hidup?”

“hmm kamu tau kan, kalau mencintai terlalu berlebihan akan berakhir buruk?” rabu terkekeh sebentar, “in this case, you and eita created a new curse, resulting a contradictory upon the old curse that's been there. intinya, dibanding dengan di kehidupan lampau, di kehidupan ini kalian jauh lebih mencintai satu sama lain makanya bisa terjadi seperti itu.”

ini semua.. sedikit lucu, shirabu pikir. kalau misalnya, ia bercerita tentang semua ini kepada dirinya sendiri beberapa bulan yang lalu, ia pasti akan mentertawakannya. mendapat kutukan atas cinta? astaga, benar-benar lawak.

baru saja bibir terbelah untuk membalas perkataan rabu, tubuh shirabu perlahan menghilang. tanda bahwa waktunya sudah habis. padahal ingin bertanya bagaimana cara ia patahkan kutukannya. untung saja rabu bisa membaca pikiran, maka dari itu kalimat terakhir yang ia dengar adalah,

find the one who killed and also tried to kill you again!


shirabu terbangun terduduk dengan nafas masai. secara tidak sengaja membangunkan semi yang berada di sampingnya yang kaget.

“ken?! kamu udah gak apa-apa?” semi bertanya, shirabu tidak menjawab. malah memegang kedua bahu semi, “kak ei, kakak ingat plat nomor mobil yang kemarin hampir nabrak aku gak?”

kedua alis semi bertaut bingung. “hah..? emangnya kena—”

“—kak, please remember it! itu satu-satunya cara biar kita bisa hidup tenang.” shirabu memotong perkataan semi, menunjukkan bahwa ia serius, hal yang ia minta harus dilaksanakan segera.

setelah itu hening datang menyapa. semi hilang dalam pikiran, sebelum akhirnya matanya membulat menyadari sesuatu. melihat ini shirabu menyeletuk, “apa nomornya familiar, kak?”

”... iya. tapi itu punyanya—fuck, aku bakal chat dia. we'll talk about this. aku harus tau kenapa dia gitu ke kamu.”

“jadi gue dan kak ei ketemu di kehidupan sekarang karena kita bersumpah dulu? terus apa buruknya..? kenapa lo bilang kutukannya kejadian lagi?” shirabu banyak bertanya karena cerita tadi menurutnya masih terlalu banyak yang abu.

“begini, kita dan eita, udah ketemu mungkin sekitar 5 kehidupan. kehidupanmu yang ini, adalah kehidupan yang keenam. dan di setiap kehidupan yang lampau, we'll always die, ninggalin eita sendirian. that's the risk of having to carry out such a forbidden love.

shirabu mengernyit, “kalau begitu kenapa gue masih hidup?”

“hmm kamu tau kan, kalau mencintai terlalu berlebihan akan berakhir buruk?” rabu terkekeh sebentar, “in this case, you and eita created a new curse, resulting a contradictory upon the old curse that's been there. intinya, dibanding dengan di kehidupan lampau, di kehidupan ini kalian jauh lebih mencintai satu sama lain.”

ini semua.. sedikit lucu, shirabu pikir. kalau misalnya, ia bercerita tentang semua ini kepada dirinya sendiri beberapa bulan yang lalu, ia pasti akan mentertawakannya. mendapat kutukan atas cinta? astaga, benar-benar lawak.

baru saja bibir terbelah untuk membalas perkataan rabu, tubuh shirabu perlahan menghilang. tanda bahwa waktunya sudah habis. padahal ingin bertanya bagaimana cara ia patahkan kutukannya. untung saja rabu bisa membaca pikiran, maka dari itu kalimat terakhir yang ia dengar adalah,

find the one who killed and also tried to kill you again!


shirabu terbangun terduduk dengan nafas masai. secara tidak sengaja membangunkan semi yang berada di sampingnya yang kaget.

“ken?! kamu udah gak apa-apa?” semi bertanya, shirabu tidak menjawab. malah memegang kedua bahu semi, “kak ei, kakak ingat plat nomor mobil yang kemarin hampir nabrak aku gak?”

kedua alis semi bertaut bingung. “hah..? emangnya kena—”

“—kak, please remember it! itu satu-satunya cara biar kita bisa hidup tenang.” shirabu memotong perkataan semi, menunjukkan bahwa ia serius, hal yang ia minta harus dilaksanakan segera.

setelah itu hening datang menyapa. semi hilang dalam pikiran, sebelum akhirnya matanya membulat menyadari sesuatu. melihat ini shirabu menyeletuk, “apa nomornya familiar, kak?”

”... iya. tapi itu punyanya—fuck, aku bakal chat dia. we'll talk about this. aku harus tau kenapa dia gitu ke kamu.”

( little note : disini rabu ditulis dengan nama kenjirou, dan ini sepenuhnya tentang kehidupannya yang lalu sebagai angels and demons. )


aku bertemu eita ribuan tahun yang lalu,

kenjirou mengepakkan sayapnya antusias, tidak peduli dengan ibu-nya yang berteriak menyuruhnya untuk kembali turun. hari itu cerah—cerah sekali, menambah rasa senang yang ada dalam hati kenjirou dan keinginan menghirup udara segar sambil terbang.

sebagai seorang malaikat, merasa senang mungkin adalah hal yang biasa. tetapi kali ini, seperti ada sesuatu yang baik akan terjadi, dan mungkin sesuatu itulah yang menarik shirabu untuk pergi ke tempat kesayangannya.

tempat itu— 'the ruins of supreme angel's theatre', terletak lumayan dekat dengan gerbang masuk-keluar surga, sehingga jarang ada yang mau berada atau bahkan mendekati tempat tersebut.

entah kenapa aku selalu suka berada disana, dan hari itu aku tau bahwa itu semua ulah takdir, untuk mempertemukanku dengan eita.

“eeh? aku tidak mengira akan bertemu seorang malaikat disini sendirian,” mendengar kalimat itu, kenjirou berjengit dari duduknya. baru saja menikmati kesunyian selama 5 menit sudah dikacaukan saja. ketika ia menoleh untuk melihat siapa yang berbicara, ia terkejut saat sebuah sayap hitam menonjol di pandangan.

bagaimana—bagaimana bisa? seorang iblis? kenjirou membeku untuk sesaat, tidak percaya lelaki didepannya ini adalah seseorang dari ras yang merupakan musuh bebuyutannya. terlebih lagi, ini kali pertama kenjirou berada dekat bersama seorang iblis selama hidupnya, tentu saja ia kehilangan kata-katanya.

sebelum akhirnya berdeham, “si-siapa kau? kenapa bisa melewati para penjaga?!” itu benar, seharusnya lelaki itu tertahan sebelum memasuki gerbang. kenjirou tidak habis pikir.

the name's semi eita,” eita tertawa kecil, “tentu saja aku bisa melewati mereka karena yah, bisa dibilang para penjaga itu sahabatku.”

“bohong! malaikat dan iblis tidak mungkin bersahabat, berteman saja tidak bisa!”

perkataan kenjirou fakta, eita malah tersenyum miring. seakan tidak setuju akan perkataan sang malaikat. ia mengambil langkah maju, mendekati kenjirou yang lagi-lagi membeku yang mana seharusnya menjauh pergi dari sang iblis. begitu dekat—jarak mereka hampir tidak berwujud hingga kenjirou sendiri bisa rasakan terpaan nafas eita kala lelaki itu memiringkan kepalanya untuk berbisik tepat di telinga,

“kamu anak dari salah satu malaikat utama, ya? then let me tell you this,” suara eita berubah drastis buat kenjirou merinding, “malaikat, iblis, kita semua sama. all of us can be friends, but with you, i feel like we could be more.

“ma-maksudmu?”

“kita bisa jadi sepasang kekasih, mungkin?”

aku pikir eita hanya bercanda pada saat itu. tetapi ternyata tidak, karena tanpa sadar setelah itu kami jadi lebih sering bertemu di tempat yang sama, dan entah berapa waktu terlewat, kami jadi menyandang status pujaan hati satu sama lain.

tangan eita naik, mencubit perlahan pipi kenjirou yang memekik marah tidak terima tiba-tiba dicubit padahal sedari tadi tangan mengelus helaian rambut abu seperti apa yang lelaki itu inginkan.

mereka berdua menghabiskan waktu bersama layak biasanya. eita yang tidur di paha kenjirou, menatap langit cerah yang lumayan sama keadannya bagai hari pertama mereka bertemu. masih secara egoisnya berbagi kehangatan dan kebahagiaan,

namun tidak sadar akan kedatangan beberapa malaikat yang menatap mereka jijik— “shirabu kenjirou!” teriakan sang ibunda yang menyadarkan, kenjirou panik sedangkan eita tenang walaupun dalam mata tersirat benci bercampur sedikit amarah.

mereka menangkap kami. kami sempat memberontak, namun apa daya? kekuatanku dan eita tidak cukup untuk melawan para malaikat utama, sehingga kami pun berhasil dipisahkan dengan diriku yang diasingkan dan eita yang dipatahkan sayapnya. hanya saja tepat sebelum itu terjadi,

“ei—eita! jangan- jangan, aku mohon! tol-tolong lepaskan—” teriakan kenjirou tercekat kala tangisan penuhi rongga serta pikiran, badan tidak berhenti meminta dilepaskan untuk bisa bersatu kembali dengan sang kasih.

melihat itu, eita semakin memberontak, walau tidak berteriak. salah satu tangan dijulurkan—mencoba menggenggam tangan kenjirou untuk (mungkin) terakhir kalinya. sedikit, sedikit lagi. sekuat tenaga meraih namun gagal menyedihkan. eita diseret menjauh, dan kenjirou hanya bisa melihat sambil menangis pilu,

“ken—kenjirou!” eita berteriak sebelum benar-benar keluar dari gerbang surga, “i'll find you, in the next life, atau bahkan ribuan kehidupan selanjutnya, i don't care when as long as i can be with you again, ini sumpahku.”

dan jauh di dalam hati, aku pun bersumpah akan hal yang sama.

“selamat datang kembali, it's been a while.” adalah kalimat pertama yang shirabu dengar setelah membuka mata.

ia mengernyit. bingung akan rabu yang lagi-lagi berada di sampingnya, masih di tempat yang sama seperti 2 bulan lalu. apa—apa yang terjadi? kenapa ia bisa berada disini lagi? ditambah juga, kepalanya terasa seakan ingin meledak.

sang malaikat bisa baca pikiran, “kamu pingsan, makanya kamu bisa ada disini. setiap kali kamu gak sadar, you'll always come here and meet me. kalau masalah kenapa kamu bisa pingsan, well, it's your fault.

“maksudnya? kok salah gue?”

“aku udah kasih tau kamu kan dua bulan yang lalu,” rabu tatap kosong hamparan bunga di depannya, “that you need to fix it before its too late. tapi ya sekarang, aku gak tau lagi.”

ah. begitu ternyata. shirabu menunduk—merasa bersalah sekaligus menyesal. paham bahwa bisa saja tadi ia kehilangan nyawa lagi, meninggalkan semi untuk kedua kalinya. tetapi sebentar, shirabu ada merasa janggal.

does... does me unconsciously doing the same thing i did before i die 2 months ago is the side effect of not fixing anything?” shirabu bertanya, rabu perlahan mengangguk ragu.

“benar, karena kamu harusnya sudah gak ada. but i guess we just.. love eita that much, makanya kejadian lagi.”

untuk kedua kalinya mengernyit, “we? kejadian lagi? lo.. lo mending jelasin ke gue sekarang.” serius, ini semua terbelit-belit. otak shirabu tidak bisa mengikuti.

apalagi rabu hanya tersenyum miring, sebelum akhirnya bergumam, “fine, i will. aku rasa juga gak apa-apa kalau aku ceritain sekarang—about my life, or to be put precisely, your previous life.

tidak, tidak bisa berpikir kecurigaan tidak akan terjadi. semi langsung berdiri dari kursi, membuat atsumu yang sedari tadi bersama dengannya di studio menaikkan alis bingung. ada gumaman dengan pertanyaan dituju pada lelaki rambut abu, “bang? lo kenapa?”

tetapi tidak dijawab. malah semi tidak buang waktu, berlari keluar dari studio serta gedung kerja yang mana atsumu meneriaki namanya atas rasa heran. sekarang mana peduli mau kena marah sang bos atau sang artis, bahkan jika kena pecat juga silahkan saja, yang ada di pikiran semi hanyalah shirabu.

sial, ini semua terlalu terasa familiar hingga semi bisa cicipi mual yang mulai berhinggap. walaupun perbedaannya kali ini, tidak akan ada kata telat. semi yakin bisa menyelamatkan soulmate-nya itu.

“kenjirou!” semi berteriak kala shirabu ada dalam pandangan, lantas sang kasih yang sedang ingin menyebrang kaget dan tidak sadar akan mobil meluncur dengan cepat dari belakang—

brak

tubuh mereka berdua terpelanting jauh, terseret diatas kasarnya jalanan malam itu. jika saja semi telat sedetik perihal mendorong tubuh shirabu menjauh dari mobil, yang lebih muda akan kehilangan hidupnya sekali lagi di tanggal serta jam yang sama seperti 2 bulan yang lalu.

semi meringis. perlahan mengangkat tubuh sedikit gemetar akibat siku berdarah menahan tubuh shirabu agar tidak terkena aspal—ah, iya. shirabu. yang lebih tua langsung menoleh, mendapati sang cinta tidak sadarkan diri.

panik, rasa takut kembali kuasai semi. air mata bergenang tetapi sebelum jatuh, semi arahkan tangan untuk cek detak jantung shirabu. helaan nafas lega kabur dari belah bibir kala masih terasa detak jantungnya—shirabu hanya pingsan karena kepala terbentur aspal.

akhirnya semi pun berjalan pulang sambil menggendong shirabu ala bridal style walaupun awalnya harus dibantu oleh beberapa orang sekitar akibat siku yang masih berdarah, tetapi ya—yang terpenting sekarang hanyalah,

semi berhasil menyelamatkan dan mempertahankan shirabu disampingnya.