you were my home
tawa kosong menggema. osamu terduduk lemas— sial, sial, sial. omega itu, kita, begitu pintar. bukan, bukan pintar, lebih tepatnya licik.
karena aksinya tadi, osamu jadi mengetahui bahwa suna awalnya memilih dirinya. bahwa seharusnya ialah yang jadi mate dari lelaki berambut hitam itu.
lagi-lagi lakukan kesalahan. tau gitu osamu datangi suna langsung tadi, biar sang alpha sama sekali tidak datangi omega licik sinting itu.
gila, osamu benci. benci sekali. rasanya seperti ada tongkat besi panas didorong ke dalam tenggorokan. tidak bisa nafas, tidak bisa menangis— air mata seakan menguap begitu saja.
tangan pukul pukul dada, hilang, tolong hilang, gue gak mau cintain orang lagi, gak mau ngerasain nyeri kayak gini lagi.
kalau bisa saja ingin keluarkan hati dari relung. serius, sakit. siapapun tolong osamu, kali ini rasanya begitu sakit karena tidak bisa ditumpahkan. tidak ada lagi suna disampingnya, tidak ada.
hari itu, osamu bukan saja kehilangan cinta tetapi juga sahabatnya. rumahnya.