fantasia

“oke, selesai.” hyunjae ucap lega, renggangkan badan sebentar sebelum berjalan keluar dari studio miliknya. ah, tadi broadcast tersusah yang pernah dilakukan. jujur, hyunjae hanya pernah sekali suka dengan orang. itupun berakhir menyedihkan, toh juga hyunjae sudah relakan untuk changmin. sehingga hyunjae sama sekali tidak paham konsep keseluruhan mencintai dan dicintai.

tapi ya sudahlah. yang jelas sudah selesai. tinggal datang ke gerai milik haknyeon itu, entah kenapa sekarang hati berdegup kencang kala tinggal 5 langkah lagi menuju mimpinya terkuak.

saat hyunjae ingin mendorong pintu masuk, pintu tersebut sudah dibuka duluan oleh seorang lelaki berambut merah. “oh?” lelaki itu berucap, sedikit tersenyum ke hyunjae dengan tatapan seakan mengetahui sesuatu, membuatnya bingung. siapa lagi ini? cuma akhirnya hyunjae juga ikut tersenyum. mempersilahkan lelaki berwajah dingin itu untuk berjalan keluar terlebih dahulu.

“eh, kak hyunjae! masuk kak,” haknyeon senyum, tangannya nunjuk kearah kursi disamping meja, menyuruh hyunjae untuk duduk dimana yang disuruh langsung lakukan. hyunjae berasa begitu kaku, apalagi setelah haknyeon ikut duduk didepannya. karena ia tidak pernah dekat dengan siapapun diluar anak broadcast.

untung saja haknyeon tersenyum manis (lagi), dan membuka pembicaraan mereka terlebih dahulu. “jadi? kak hyunjae kenapa mau dibaca mimpinya?”

aduh. jantungnya tambah tidak karuan. hyunjae berdeham sedikit, “karena mimpi-mimpi itu menganggu. terus menerus.” haknyeon mengangguk paham mendengarnya.

“sudah berapa kali mimpi? mimpinya ada sesuatu yang repetitif gak, kak? atau serasa familiar gitu?”

“ketiga, kalau sama tadi malam. ada, orangnya sama. cowok tinggi rambut biru tua. gue gak kenal dia siapa, tapi setiap mimpi gue pasti ngerasa familiar. rasanya sakit, nyeon. hati gue kayak ketusuk tiap kali gue bangun dari mimpi-mimpi itu.”

haknyeon seperti terkejut, tapi langsung dinetralkan. untung saja hyunjae tidak sempat lihat.

“kak hyunjae, bisa siniin salah satu tangannya? mau aku terawang aja. biar jelas.”

hah? tunggu dulu, apa? terawang? memang ada manusia bisa begitu? hyunjae bingung, alisnya bertaut menatap ragu ke haknyeon yang sekarang mengulurkan tangan.

haknyeon menghela nafas, “sehabis ini kujelaskan.” seakan tau hyunjae sama sekali tidak percaya padanya. akhirnya, hyunjae berikan tangan. walau sedikit gemetaran. entahlah, asing saja mendapat pengalaman aneh seperti ini.

“ow,” meringis. tangan hyunjae sedikit dicengkram oleh haknyeon yang menutup mata, terlihat begitu fokus dan beberapa detik kemudian ia berdiri secara tiba-tiba. menatap horror kearah hyunjae.

“eh? kenapa?” hyunjae juga ikut berdiri, kali ini panik luar biasa. tambah panik lagi ketika haknyeon menggeleng-geleng. seakan tidak percaya atas mimpi-mimpi yang baru saja diterawang.

ia pergi tinggalkan hyunjae sebentar, mengambil sebuah kertas coklat yang digulung rapi. kemudian diberikan hyunjae.

saat dibuka, penuh dengan coret-coretan. namun terlihat seperti pohon keluarga. raja dan ratu paling atas, kemudian ada dua pangeran. dan disamping pangeran tertua, ada sebuah nama yang dicoret dengan tinta merah layak darah.

“m-maksudnya apa..?”

“kak hyunjae,” haknyeon tatap langsung ke mata, “yang kakak mimpiin itu, pangeran iblis yang tertua. namanya juyeon. dia.. coba untuk buat kakak ingat sesuatu, yang aku gatau itu apa. maaf.”

dunia memang sedang bercanda hari ini. hyunjae tertawa mendengarnya. pangeran iblis? hah, mereka saja tidak nyata. “jangan bohong, haknyeon.”

“buat apa aku bohong? kalau kakak perlu bukti, aku punya. kakak tadi gak ada jelasin sama sekali tentang mimpi kakak, kan? di mimpi kak hyunjae yang pertama, kakak ada di tempat banyak reruntuhan dan auranya hangat. cerah. di mimpi kedua, kak hyunjae lari bareng sang pangeran itu, di hutan. dan mimpi ketiga, mimpi yang terseram menurut kakak, kan?”

hyunjae telak terdiam. dan haknyeon lanjutkan kalimatnya, “lalu tadi kak hyunjae ragu kalau aku bisa menerawang orang. sejujurnya itu adalah hadiah, dari adek pangeran yang kakak mimpiin, sang pangeran kedua. aku pernah liat mereka secara fisik, kak. tapi aku gak bisa jelasin lebih dari ini.”

mata hyunjae sekarang kosong. pikirannya kacau. ia hanya bisa mengangguk, bisik terimakasih. lalu berjalan tanpa raga keluar dari gerai milik haknyeon.

sebenarnya apa yang harus diingat olehnya hingga diterror lewat mimpi?

terkejut.

hyunjae langsung membuka mata kalang kabut, badan secara refleks terduduk. nafas masai. dahi basah akan keringat. salah satu tangan naik, pegang pipi dimana air mata terus menerus mengalir. sakit. ini semua sakit.

lelaki itu kembali lagi. bahkan hyunjae tidak mau mengingat bagaimana menyeramkannya mimpi itu. tapi tidak bisa. mimpi itu lekat di pikiran. sama seperti kedua mimpi sebelumnya. hanya saja mimpi kali ini benar-benar menyakitkan.

masih ingat bagaimana mimpi itu diawali dengan dirinya yang berada di dalam air, tenggelam, meronta akan oksigen mulai tinggalkan relung. lalu ditarik paksa, oleh siapa lagi kalau bukan lelaki rambut biru tua itu. namun setelahnya kedua kaki disuruh berlari, ke hutan persis sama dengan mimpi yang kedua. yang paling hyunjae benci adalah mimpi ini perlihatkan begitu banyak mahkluk aneh berjubah hitam mengejar mereka berdua, dengan banyak ledakan dimana-mana. dan ditambah lagi, mimpi itu ditutup dengan hyunjae terjatuh dari tebing tinggi.

“sialan.” umpatnya dibawah nafas, kemudian lihat jam diatas meja samping kasur. jam 5 pagi. gila, hyunjae usak rambut kesal.

kenapa sekarang setiap pagi selalu saja dihantui oleh bayang lelaki itu?

silau. sangat silau. sinar seperti menusuk mata, hyunjae harus berkedip-kedip menyesuaikan agar bisa melihat. ini.. dimana? benar-benar tidak tau lokasinya sekarang. tapi, kenapa bisa ia rasa seperti sedang berada di rumah. hangat. mata diedarkan kesana kemari. tempat ini luar biasa cantik. ada banyak reruntuhan pilar putih, rumput menghiasi seluruh jalan, bunga-bunga tumbuh indah bagai pagar. bahkan kupu-kupu terbang disekitarnya.

sungguh, hyunjae berasa lagi berada di surga.

“hey, hyunjae.” suara serak sedikit berat memanggil dari belakang. sontak hyunjae menoleh, dan tiba tiba rasa kerinduan merebak di relung. ini pasti bercanda. hyunjae tidak kenal dengan lelaki rambut biru tua yang sekarang berdiri tersenyum di depannya, bagaimana bisa hyunjae tersedak ingin menangis?

lelaki itu terkekeh lihat hyunjae bengong dengan mata berkaca-kaca, “jangan begitu. kamu lucu. sedih sekali aku tidak bisa melakukan apapun,” ekspresinya berubah sedih. masam. tanpa hyunjae sadari lingkungan sekitarnya sedikit meredup, dan alam sadarnya mulai hidup lagi.

“well, time's up. sampai jumpa lagi, kesayanganku.”

the dream.

-

silau. sangat silau. sinar seperti menusuk mata, hyunjae harus berkedip-kedip menyesuaikan agar bisa melihat. ini.. dimana? benar-benar tidak tau lokasinya sekarang. tapi, kenapa bisa ia rasa seperti sedang berada di rumah. hangat. mata diedarkan kesana kemari. tempat ini luar biasa cantik. ada banyak reruntuhan pilar putih, rumput menghiasi seluruh jalan, bunga-bunga tumbuh indah bagai pagar. bahkan kupu-kupu terbang disekitarnya.

sungguh, hyunjae berasa lagi berada di surga.

“hey, hyunjae.” suara serak sedikit berat memanggil dari belakang. sontak hyunjae menoleh, dan tiba tiba rasa kerinduan merebak di relung. ini pasti bercanda. hyunjae tidak kenal dengan lelaki rambut biru tua yang sekarang berdiri tersenyum di depannya, bagaimana bisa hyunjae tersedak ingin menangis?

lelaki itu terkekeh lihat hyunjae bengong dengan mata berkaca-kaca, “jangan begitu. kamu lucu. sedih sekali aku tidak bisa melakukan apapun,” ekspresinya berubah sedih. masam. tanpa hyunjae sadari lingkungan sekitarnya sedikit meredup, dan alam sadarnya mulai hidup lagi.

“well, time's up. sampai jumpa lagi, kesayanganku.”

hyunjae hela nafas lega. broadcastnya baru saja selesai semenit yang lalu tanpa ada hambatan, walaupun hyunjae harus mengakui jika tadi tidak ada changmin maka bisa dipastikan narasi serta kemampuan bicaranya akan hancur lebur tanpa pengecualian.

karena sampai sekarang saja pikirannya masih tidak fokus. kalau bisa saja, hyunjae ingin mengulang, ingin buat tadi malam menghilang sehingga hyunjae sama sekali tidak bermimpi apapun tentang lelaki itu.

“hey, hyunjae.” sudah menebak ini akan terjadi. sudah pasti changmin akan memanggil tepat setelah broadcast selesai. hyunjae hanya berdeham, masih sibuk mengurusi kertas narasi yang berhambur di meja sekaligus membenahi pikiran untuk kesekian kalinya.

“gue minta maaf.”

mendengus, hyunjae tidak bisa hitung sudah berapa banyak orang yang mengucapkan kalimat itu. tapi ia tetap menjawab pernyataan changmin, walau masih tidak diberi atensi sepenuhnya.

“untuk apa?”

“uhm, karena telah merebut younghoon dari—” perkataan changmin dipotong langsung oleh hyunjae. “lo gak ngerebut younghoon dari siapapun.”

“tapi—” dipotong lagi. hyunjae benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa changmin salah paham seperti itu.

“changmin.” kali ini tatap langsung di mata, “gue gak marah ke lo karena younghoon.” mata changmin berkedip-kedip bingung. alis mengernyit. seakan jadi tanda untuk hyunjae agar jelaskan alasan sebenarnya.

hyunjae hela nafas untuk kedua kali hari ini. “gue marah karena lo ninggalin gue—gak, gue lebih ke kecewa sih. lo sahabat gue dari lama, dan lo bisa-bisanya acuhin gue gitu aja setelah lo pacaran sama dia.”

changmin diam. dengan begitu hyunjae kembalikan atensinya ke yang awal, menyusun barang yang masih berhambur setelah broadcast. di dalam hatinya, sedikit merasa bersalah telah mengatakan hal tadi ke changmin. tapi mau bagaimana lagi? daripada terus menerus salah paham.

beberapa menit hening. hyunjae sudah selesai merapikan semuanya, pun bersiap untuk keluar, sebelum akhirnya hyunjae bisa rasakan changmin memeluk begitu saja. kaget? jelas. begitu lamanya tidak pernah begini hingga rasanya asing.

“maaf, je.”

dan ya, memang siapa hyunjae untuk menolak permintaan maaf dari sahabat lamanya? mereka akhirnya tertawa berdua, setelah sekian lama. berjalan keluar juga berdua. tapi sebelum benar-benar berpisah, changmin ajak hyunjae untuk makan tteokbokki sebentar— dengan alasan 'hitung-hitung sebagai maafku yang sebenarnya.' toh hyunjae juga tidak akan menolak.

mereka makan di ujung jalan, dengan hening. tapi tidak berlangsung lama. karena beberapa menit setelah makanan mereka datang, changmin mengajukan pertanyaan. “anyway, lo kenapa hari ini?”

“memangnya gue kenapa?”

changmin mengendikkan bahunya. “raga lo kayak gak ada aja tadi. pasti ada yang gangguin pikiran sampai lo gitu pas lagi broadcasting,”

memang changmin ini terlalu peka atau hyunjae yang terlalu transparan?

“ya.. iya, gue dari tadi gak bisa fokus. kepikiran mimpi gue terus.” hyunjae tiup tteokbokkinya, lalu dikunyah pelan dengan nikmati hembusan angin menyentuh rambut berulang kali. sedangkan changmin membuat suara seperti 'heeh?' karena mau bagaimanapun tidak fokus karena suatu mimpi belaka itu aneh.

“mimpi apa emang? mau cerita, gak?”

hyunjae menangis. keras. tangis pilu kembali jadi hiasan malam itu. kenapa, kenapa bisa? hati sakit kala kata-kata berumur sebulan lalu berputar terus menerus di kepala. sakit. perih. seakan tidak ada jalan keluar, tidak ada cahaya diujung terowongan.

setiap hari seperti ini.

bulan dan bintang kalau bisapun akan meringis kasihan, memeluk tubuh ringkih hyunjae yang bergetar dibawah penderitaan. menghapus jejak air mata yang tidak pernah hilang. mendekap kuat agar hangat rasuki raga lagi.

sayangnya tidak bisa. hyunjae paham sangat hanya ada satu orang,

satu orang saja.

bisa tenangkan seluruh kecemasan, kesakitan, segala rasa di hati. lalu bagaimana hyunjae bisa tenang ketika orang itu lah yang melangkah pergi?

seakan hyunjae tidak pernah jadi rumah bagi orang itu, padahal orang itu telah jadi semesta baginya.

ataukah hyunjae pernah? pernah jadi rumah—coret itu, singgahan—di singgasana hati milik orang itu?

lucu sekali. hyunjae tertawa di sela tangisan. pikirannya bahkan tidak bisa mengucap nama orang itu. bebannya, terlalu menusuk lidah. pun ada keinginan untuk mengucap.

mau bagaimanapun, nama orang itu masih berada dalam ranking atas di list ‘kata yang paling hyunjae suka untuk didengar.’ bukan yang pertama sih, karena yang pertama adalah dia panggil namanya. ‘hyunjae.’ seperti itu.

ah. rindu sekali. tapi kalau dipikir-pikir, kenapa dia pergi?

hyunjae hentikan tangis. sebentar saja. nafas tersendat di tenggorokan. paksa pikiran ingat kembali apa yang terjadi sebulan lalu.

“hyunjae, aku akan kembali.”

sinting. kebohongannya. itu pertama kali orang itu berbohong, dan kala terakhirnya pula. karena mau bagaimanapun,

orang itu tidak akan pulang.

tidak akan lagi ada di depan hyunjae, tersenyum teduh sebelum menariknya kedalam pelukan. tidak ada lagi ciuman lembut melukis saat bulan sibuk menari. tidak ada lagi gelak tawa berbagi pada raga masing-masing.

tidak akan.

tangis kembali lagi datang tanpa diundang. hyunjae stress. ingin semua berakhir.

“juyeon, aku ingin kamu pulang. ingin kamu kembali,” hyunjae mengais nafas gemetar, memaksa tubuh berdiri dengan kaki dinaikan ke pagar balkon,

“tapi biarkan aku yang pulang padamu.”

dan jatuh.

minho tulikan pendengaran.

pasang airpods miliknya dan putar lagu milik lauv berjudul sims kencang-kencang. tak mau dengarkan bising keramaian. heran mengapa harus selesai pekerjaan saat sore, dimana orang ramai gunakan kereta. apalagi tempat kerja hanya dekat dengan shinjuku station, ya jelas lumayan ramai lah.

tap, tap, tap.

langkah kaki santai. berirama. badan tegak, kepala sedikit mengadah. jas coklat memggantung di bahu. dan itu semua tidak pernah gagal membuat orang melihatinya seakan diri adalah model terkenal.

mereka berbisik-bisik. toh minho juga tidak dengar, tetapi mata melihat. cih, gila sekali orang-orang ini, dalam hati mendumel. paling tidak suka ditatap oleh seseorang yang tidak dikenal.

“The next train goes to motoyawata, via shinjuku line, will arrive shortly.”

akhirnya. minho tidak suka menunggu. maka dari itulah selalu datang secara gambling. sengaja menipiskan waktu tunggu.

-

hmm. tidak terlalu banyak orang. tumben. tapi tak apa, minho suka. langsung duduk paling ujung. kemudian pejamkan mata.

hari ini berat. minho harus urus banyak sekali berkas akibat salah satu temannya, hyunjin, mengambil cuti. menyebabkan diri jadi pengganti tempat. jadi urus dua tugas untuk dua orang sendirian. ingatkan minho nanti agar bisa memarahi lelaki tak punya rasa kemanusiaan itu.

kelopak mata terbuka refleks. kereta berhenti. shinjuku-sanchome station. biasanya dari sini ramai orang yang naik. dan tepat sekali dugaan. minho hela nafas malas. aish. terlalu hanyak orang. terlalu ramai. sesak sekali.

baru saja minho senang karena tidak ada yang duduk disamping. lelaki rambut blonde dengan sedikit highlight pink menerobos masuk. langsung ambil tempat disampingnya. nafasnya masai. pasti berlari. minho tatap sebentar, lalu kembali menghadap ke depan. tidak peduli.

saat pintu kereta tertutup, mata juga mengikuti. bedanya kali ini kedua tangan terlipat depan dada. melindungi diri sendiri. ah. enaknya. jiwa langsung tenang. alunan lagu never not serta sedikit suara kereta yang masuk.

minho suka. sangat suka. seakan beban lepas. setelahnya, minho tidak lagi buka mata saat kereta berhenti. sudah larut, kesadaran diambang batas.

serasa 5 menit berlalu. hingga tiba-tiba,

tuk.

bahu seperti bertambah beban. awal mata tak mau terbuka. lama kelamaan minho penasaran. perlahan, kelopak mata mekar. langsung lihat ke samping. astaga.

pertama di penglihatan adalah surai blonde sedikit pink milik lelaki itu. minho mengernyit. bagaimana bisa bahu jadi sandaran? lelaki itu saja bahkan tak tau namanya, begitu pula sebaliknya.

bingung mau bagaimana. minho perbaiki cara duduknya sedikit, berharap lelaki itu terbangun. nihil. malah tambah mengusal di leher. demi apapun minho tidak suka. tidak sopan sama sekali.

tangan sudah terangkat, ingin jauhkan kepala lelaki itu. tetapi tidak jadi. entah kenapa rasa kasihannya muncul. lelaki itu seperti sangat capek. terlihat dari wajah tidur yang tentram, dan... lucu? minho tidak tega. diri memang tidak pedulian hanya saja hati masih ada.

jadi ya sudah. minho biarkan. tapi sudah tidak bisa tidur lagi. mata sudah tidak mengantuk. hanya bisa menunggu sampai tujuan, yaitu ogawamachi station. apartment-nya berada disekitar situ. dan sekarang masih berada di kudanshita station. mungkin sekitar satu atau dua stasiun lagi.

tapi yang jadi permasalahan.

apa lelaki ini akan bangun sebelum minho sampai? karena demi apapun masa minho harus membangunkan lelaki itu, tidak mungkin. sama saja memalukan diri sendiri dan lelaki itu pula. halah. minho langsung berdiri saja nanti. persetan. minho capek. ingin langsung pulang.

dalam hati meringis, meminta maaf pada lelaki rambut pink-blonde. setelah lihat destinasi selanjutnya di layar, minho cabut airpods yang ada di telinga. masukkan langsung di kantong jas. sudah hampir sampai soalnya. sekitar 3 menitan lagi.

dan lelaki itu sama sekali tidak bangun. malah terlihat semakin larut dalam tidurnya.

minho mengutuk dalam hati. bagaimana ini? mana lelaki itu lucu sekali. mengomong dalam tidur. karena itu minho tau sama-sama orang korea.

“the train arrives at ogawamachi station. please wait until the left door opens.”

ok. saatnya berdiri. minho lakukan perlahan. tetapi anehnya lelaki itu juga ikut berdiri. ketika minho lihat, sudah sadar. hanya saja malah memeluk tangan minho dan jalan keluar duluan, buat minho mengikut begitu saja.

pasti belum sadar. minho simpulkan sendiri. akhirnya berjalan ke vending machine. beli air dingin. lalu tempelkan ke dahi lelaki itu.

sontak, langsung terkejut dan sedikit lepaskan pelukan di tangan. mata berkedip berulang kali. “h-huh?”

minho geleng kepala liatnya. dan mungkin lelaki itu sadar sepenuhnya saat lihat tangan masih lumayan merangkul minho, langsung dilepaskan sepenuhnya.

“あっ、すみません!” (oh.. i'm sorry!)

“santai. gak apa-apa.” lelaki itu kembali terkejut saat minho balas bukan dengan bahasa jepang. hanya saja dengan senyuman sekarang.

“uhmm aku han jisung. and you are?”

minho yang tadinya mau jalan duluan langsung berhenti. han jisung, ya? lucu juga namanya. minho tidak tahan untuk tidak senyum,

“lee minho.”