Tidak Baik Untukmu.
—warning! this chapter contains : strict parents (only mentioned briefly, though.)
Heeseung mendengus. Memang bukan pertama kali berada di ruang kepala sekolah, tapi baru kali ini duduk untuk diceramahi akan sikap, bukan ucapan kagum atas prestasi.
Lagian juga, ini janggal. Bukankah untuk masalah sepele— bagi Heeseung sih, sangat sepele— seharusnya diarahkan ke ruang BK? Kenapa malah sekarang didudukkan berhadapan dengan sang kepala sekolah? Heeseung tidak habis pikir.
“Nak Heeseung, apa benar tadi terlibat perkelahian?”
Mau tidak mau, Heeseung mengangguk. “Saya hanya mencoba membela Sunghoon, Pak. Lelaki itu sepertinya seangkatan saya. Ia tadi berkata sangat buruk dan menjelekkan Sunghoon.”
“Bukan berarti boleh memukulnya begitu saja, nak.” Terdengar helaan nafas keluar dari yang lebih tua, “Nak Heeseung tau sendiri kan akibatnya apabila bapak panggilkan orang tuamu kesini?”
Badan Heeseung seketika menegang kala orang tuanya disangkut-pautkan. Coba sekuat tenaga untuk kontrol ketakutan yang mulai muncul, sebelum akhirnya mengangguk lemah sebagai jawaban pertanyaan tadi.
“Bapak tau seberapa keras orang tuamu, sehingga kali ini tidak akan bapak panggil dan beri tau. Tetapi lain kali, jangan bertindak diatas emosi nak. Bapak ingatkan kalau kamu anak emas sekolah ini, teladan bagi adek-adek kelas, sehingga yang Nak Heeseung lakukan akan berdampak banyak. Paham?”
Tidak ada yang bisa dilakukan selain berkata “Paham, pak.” Pun setelahnya Heeseung berdiri, menunduk beri hormat, kala dirasa perbincangan sudah selesai. Tangan sudah mendorong pintu, hampir saja keluar jikalau sang kepala sekolah tidak membuka mulutnya lagi.
“Ini memang bukan urusan bapak, tapi..” Kalimat dijeda dengan sebuah tarikan nafas, “Cinta tidak baik untukmu, Heeseung. Tidak baik bagi seseorang secerdas dan secemerlang dirimu.”
Mendengarnya, Heeseung tertawa miris dalam diam. Aku tau itu.
Ting nong, ting nong.
Sudah jam istirahat pertama. Heeseung geleng kepala, selama itukah tadi pembicaraannya bersama bapak kepala sekolah? Ia bahkan tidak sadar.
Akhirnya lanjutkan langkah, tidak jadi balik ke kelas, melainkan ke arah ruang klub astronomi. Ada beberapa hal yang harus diurus, yang mana sedari kemarin malam tidak sempat diselesaikan.
Tetapi Heeseung sedikit lupa. Perjalanannya ke ruang klub kesayangan itu, sudah pasti lalui kelas Sunghoon. Baru ingat kala mata bertemu mata— Heeseung tersenyum lebar melihat Sunghoon, seakan semua kejadian tadi langsung menghilang.
Beberapa detik kemudian terlihat Sunghoon seperti ingin berdiri, ingin berbicara— sayangnya, Heeseung sontak menggeleng. Tidak memperbolehkan. Tangan bentuk signal sebuah handphone dan bibir berbicara tanpa suara, “Maaf, dek. Aku lagi ada urusan. Let’s do it in chat, yeah?”
Walau Sunghoon mengangguk, Heeseung tidak bisa lewatkan raut kecewa yang muncul sesaat di wajah yang lebih muda.