supermarket.
oikawa mengerjap, tubuh langsung terlonjak. dimana.. dimana ini? mata berkedip berulang kali dalam upaya menyesuaikan terang sekaligus kebingungan. terbangun di tempat asing cukup buat diri sedikit panik, sampai akhirnya ingat—
tadi malam. iwa-chan. kemana lelaki itu, oikawa menoleh kesana kemari mencoba mendeteksi adanya iwaizumi tetapi nihil. mulai berpikir, bisa saja tadi malam sekedar mimpi— namun tidak mungkin karena sekarang tidak berada di rumah. ditambah lagi, oikawa bisa lihat bekas kemerahan di leher kala saat menoleh ia terpaku pada cermin samping kasur besar sprei abu.
pipinya memerah, malu. sungguhan malu. apalagi kalau diingat-ingat. aduh sudahlah, oikawa pilih untuk cari iwaizumi dibanding tenggelam dalam sipu. baru saja tangan buka pintu, iwaizumi sudah terlebih dahulu membuka. keduanya kaget, walau oikawa lebih terlihat jelas.
“ha-hajime! bikin kaget aja sih,” oikawa mengaduh, iwaizumi terkekeh. malah tarik pinggang oikawa agar semakin dekat lalu diucapkannya, “selamat pagi, love.“
ini masih pagi, demi apapun yang ada di semesta ini. oikawa tidak bisa menjawab—terlalu malu—sehingga hanya dibalas dengan pipi kembali bermekar merah ditambah mata cari atensi lain.
lihat itu, iwaizumi tertawa sambil lepas oikawa lalu sedikit miringkan kepala tanda agar oikawa ikuti ke ruang makan yang mana sudah tersedia 2 mangkok miso sup berserta salmon panggang.
“ini.. iwa-chan masak sendiri?” bertanya tepat setelah menyantap. oikawa tidak percaya iwaizumi memasak seenak ini—dirinya bikin telur saja sudah hampir membakar dapur, jadi ada sedikit rasa iri.
iwaizumi menggangguk, “iya. dulu aku sering liat ibu masak, jadinya aku lumayan paham cara memasak. kamu juga dulu sering liatin ibuku masak, tooru.”
gerakan tangan terhenti. dulu, ya? oikawa sangat sesali mengapa dirinya terkena amnesia, jadi melupa tentang segitu banyaknya memori, terlebih lagi— iwaizumi. astaga, iwaizumi hajime. seseorang yang begitu dicinta dari awal hidup.
“kamu sudah ingat sampai mana, sayang? jangan dipaksa ya? take it easy, one step at a time. gak ada kewajiban buat kamu ingat semuanya dalam semalam.”
“tapi aku mau ingat semuanya,” oikawa hela nafas, “aku baru ingat sampai hari kelulusan sma, sebelum itu aku masih tidak tau.”
rambut dielus perlahan, “itu aja kamu ingatnya sudah lumayan, tooru. oh iya, mending kamu habisin dulu makanannya.” iwaizumi tunjuk piring oikawa yang masih bersisa— dibalas dengan ketawa kecil serta anggukan.
setelahnya, hanya cuitan burung yang bersuara. oikawa asik makan, sedangkan iwaizumi asik lihati. saat oikawa tawarkan diri untuk cuci piring pun, iwaizumi tetap lihati— benar-benar dimabuk cinta.
oikawa jadi pertama bersuara sehabis 5 menit sunyi, “iwa-chan, persediaanmu sudah hampir kosong?” pertanyaan muncul akibat rasa penasaran ketika mencuci piring, mengintip kecil ke kulkas yang buat diri kaget sebab lebih dari setengah bahan penting sudah tidak ada.
“iya, karena tadi kan kupakai untuk masak.”
ada rasa bersalah merangkak. mau gimana-gimana, oikawa tetap tamu. sudah tertidur terlalu pulas, dibuatkan sarapan pula hingga kulkas hampir habis. serius, oikawa tidak enak.
maka dari itu sekarang berada di supermarket.
tangan aktif ambil bahan-bahan, dari sayur sampai daging wagyu, semuanya oikawa ambil. ia berbelanja sendirian— iwaizumi awalnya menentang, “tidak, tooru. gimana kalau kamu kenapa-napa?”; butuh oikawa bujuk puluhan kali sebelum akhirnya diizinkan.
semua berjalan dengan tenang. tetapi sayang sekali, dihancurkan begitu saja kala telinga mendengar nama dipanggil. suara itu— tidak salah lagi. oikawa pasti ingat sampai akhir hayatnya. ibu.
“tooru, nak, ayo pulang.” baru kali ini sang ibu memohon kepada oikawa. asing, rasanya asing. sudah berapa lama oikawa tidak lihat akting ibunda yang begitu bagus?
pun mendengus, “pulang? ya, aku akan pulang. ke iwa-chan, rumahku dari kecil.” oikawa balik badan tuju pintu keluar. tidak ingin mengobrol lebih lama dengan ibu, sekarang ia persetan sudah lewati batas sebagai anak atau tidak— terserah nanti mau bagaimana jadinya.
“dengarkan ibu,” tangan dicegat sebelum sepenuhnya keluar dari supermarket, “ibu tau seumur hidup ibu perlakukan kamu tidak sepantasnya. bahkan tidak memberi tau bahwa kamu amnesia. maafkan ibu, tooru. tapi kamu harus paham, iwaizumi hajime bukanlah lelaki yang baik untukmu,”
“jika kamu tidak percaya, coba ingat kembali malam saat kejadian itu terjadi. kejadian yang membuatmu kehilangan memori.”