Sedan Hitam.
— warning! this chapter contains : panic attack, sudden public attraction.
Jam sudah sapa angka 6 dengan hangat kala Sunghoon masih sibuk berdiri depan cermin. Tenang, diri sudah siap kok. Seragam lengkap ditambah cardigan hitam guna lindungi dari dingin pagi ini. Hanya saja sekarang bingung.
Bingung antara gunakan sedikit sentuhan tambahan di wajah atau tidak gunakan sama sekali. Helaan nafas keluar menyalip bibir, Sunghoon berasa seperti mau pergi jalan bersama pacar. Padahal cuma berkelana ke sekolah bareng Heesung yang mana Sunghoon sendiri belum sepenuhnya kenal. Mereka masih asing, tapi sudah begitu ribut akan afeksi melalui kata.
Berakhir putuskan untuk menggunakan lipbalm, karena bibirnya memang sedari dahulu sering pecah. Sunghoon baru saja mau oleskan ketika suara Ibunda terdengar telinga, “Nak! Ada sedan hitam depan rumah, sepertinya itu jemputanmu!”
Mampus. Secepat kilat Sunghoon gunakan lipbalm sekaligus ambil tas yang ada di dekat pintu kamar. Saat keluar, mata dapat lihat Heeseung berbicara dengan Ibu. Ah, kakak kelasnya itu keluar mobil— dapat tarik kesimpulan Heeseung tidak hanya baik dalam akademik tapi juga perilaku.
“Nah, ini dia anaknya. Jaga dia baik baik ya, Nak Heeseung.” Ibu berkata sambil beri tepukan kecil di punggung Sunghoon yang malu-malu mendekati Heeseung. Jadi sedikit penasaran, pembicaraan mereka tentang apa dan bagaimana cara Heeseung mengenalkan diri ke Ibu.
“Iya, tante.” Senyuman sekaligus bungkukan kecil Heeseung taruh untuk hiasi kalimat, “Kalau gitu— ayo kita berangkat, hoon. Kita permisi ya, tante.”
Dan dengan begitu lah, sekarang Sunghoon jadi duduk di kursi depan mobil milik Heeseung yang secara konstan melaju kearah sekolah.
“Hari ini kamu ada latihan?” Pertanyaan pertama dilontarkan Heeseung, dijawab langsung dengan anggukan dari Sunghoon.
Yang lebih muda menambahkan sedikit setelahnya, “Tapi pulang di jam biasa sih kak, gak sampai sore.”
“Oooh oke. Kalau gitu pulang bareng aku lagi aja, hari ini aku juga gak pulang sore soalnya.”
Dengarnya buat Sunghoon senang. Sontak angguk antusias, disambut kekehan Heeseung akan kegemasan. Mungkin, mungkin saja— ia senang karena diri mulai ingin terus-menerus dengan Heeseung? Entahlah. Rasanya terlalu singkat apabila hati sudah bertindak diatas rajutan merah bernama cinta.
Namun untuk sekarang, Sunghoon hanya mau nikmati ini semua.
Sudah terduga.
Tepat ketika Sunghoon keluar dari mobil, seluruh pasang mata tersedia disana langsung lihati. Mau gimanapun, ia tau ia orang pertama yang berangkat bersama Lee Heeseung— incaran hampir semua orang.
Rasa mual perlahan merasuki tubuh. Sebagai akibatnya, Sunghoon secara tidak sadar berjalan terlebih dahulu. Mencoba masuk ke dalam sekolah secepat mungkin. Meninggalkan Heeseung untuk mengejarnya, tetapi yang lebih tua itu tetap berada di belakang seakan memberi ruang kosong yang dibutuhkan.
Hanya saja ini terlalu overwhelming. Sunghoon tidak kuat. Hampir saja mau menangis, jikalau tangan Heeseung tidak melingkar di pinggang dan berkata, “Kalian semua, bisa gak saya minta tolong jangan lihatin Sunghoon lagi? Terima kasih.”
Semua atensi langsung berpindah kembali ke asal. Tidak ada lagi yang tatap Sunghoon. Sungguh, sebegitu besar pengaruh Heeseung terhadap seluruh siswa-siswi sekolah hingga Sunghoon benar kagum lihatnya— juga, sejak kapan lelaki itu berada di sampingnya? Ia bahkan tidak sadar.
“Thank you, kak.”
Heeseung menggeleng, “Gak usah bilang makasih. It's my responsibility, after all.“
Tidak ada lagi pembicaraan, mereka terdiam. Kali ini sedikit canggung— Sunghoon bingung mau berkata apa, Heeseung seakan tidak mau melepas tangannya dari pinggang. Pun kesadaran lelaki pencinta bintang itu kembali, buru-buru menarik tangan menjauh.
“Oh iya, dek,” Heeseung menggaruk tengkuk kaku, “Aku gak bisa antar kamu ke kelas, gak apa-apa kan?”
Sunghoon berdeham lucu sambil angguk kecil sebagai jawaban. Tentu tidak apa-apa, dikarenakan mata bisa tangkap Sunoo yang berjalan kearahnya untuk menemani ke kelas. Ditambah lagi, ada pula Jake— sahabat dan teman sebangkunya.
Sehingga rasa takut, mual, atau apapun yang tadi dirasa telah hilang. Oleh karena itu, Sunghoon pun dedikasikan fokusnya ke arah papan tulis untuk beberapa jam kemudian. Namun fokusnya buyar pada jam istirahat pertama, disebabkan Jake yang menyeletuk disamping,
“Hoon, udah waktunya makan. And also, you might want to check twitter first.“
Sunghoon naikkan salah satu alis bingung terhadap perkataan lelaki berdarah Australia itu. Maksudnya apa? Memang ada apa di twitter?