Sampai Selamanya Hancur.

Sunghoon merengut— sedari tadi Heeseung tidak berhenti menggodanya semenjak mereka sudah berada di mobil.

Mulai dari puluhan ucapan selamat karena Sunghoon berhasil memenangkan juara kedua (padahal lelaki itu menang juara satu untuk olimpiadenya) hingga perihal yang lebih muda mengupload foto Heeseung duluan.

Apa Heeseung tidak sadar Sunghoon sudah benar malu? Apalagi tadi ditembak depan muka umum, ia bahkan sampai tutupi wajah dibelakang figur pacarnya itu selama lomba berlangsung karena begitu banyak siulan serta ucapan selamat datang dari orang-orang asing.

“Kak hee, udah! Aku malu.” Entah berapa kali Sunghoon ucapkan, hanya Heeseung balas dengan ketawa. Tetapi kali ini sepertinya yang lebih tua sudah merasa cukup, “Iya iya ini aku berhenti kok, sayang.”

Sayang, katanya. Jujur saja, Sunghoon belum terbiasa. Kedua pipi memekar merah, langsung membuang muka sok alihkan perhatian ke riuh jalanan sore hari.

Tidak ada yang berbicara setelahnya. Pun Sunghoon biarkan pikiran untuk ribut— ini semua agak gila, ya? Siapa yang sangka ia bisa mendadak jalin kisah kasih bersama Heeseung hanya karena berdua saling berbicara di meeting para ketua club? Bahkan dirinya sendiri saja masih tidak percaya.

’Sepertinya aku harus beri ucapan terimakasih pada Kak Seungmin,’ Sunghoon terkekeh dalam diam. Kalau hari itu bukan dirinya yang jadi perwakilan, sekarang mana mungkin bisa dapat gelar kekasih dari Heeseung.

Selama terlarut dalam pikiran, Sunghoon tidak bisa tahan senyuman membingkai bibir. Betapa beruntu—

“Aku cinta kamu, Sunghoon.”

Rantai pikiran langsung terputus. Sunghoon membelalak, menoleh secepat kilat ke arah Heeseung yang masih setia menatap jalanan.

“Kak?! Kenapa— kenapa mendadak banget..?”

Heeseung tertawa. Sedikit menoleh sebentar ke arah Sunghoon, tersenyum semakin lebar mengetahui yang lebih muda total malu akibat perkataannya tadi.

“Ya gak apa-apa. Aku cuma mau bilang aja.”

Angguk patah-patah, Sunghoon gigit kecil bagian dalam bibir bawah— jantungnya seperti sedang marathon hingga seluruh tubuh berasa ringan layak raga diangkat.

“Aku.. juga,” Sunghoon hembuskan nafas, “Aku juga cinta sama kamu, kak.” Kalimat terakhir berubah gumaman, yang mana untungnya Heeseung tetap mendengar.

Ada jeda beberapa detik sebelum Heeseung ketawa, geleng-geleng tidak percaya karena— gila, astaga, mereka ini seakan hidup dalam dunia romansa picisan. Sunghoon juga berakhir ikut tertawa, menunduk malu dengan jemari yang entah bagaimana bisa terkait dengan jemari kekasihnya.

Ah. Sunghoon berharap ini semua bisa bertahan selamanya— atau kalau tidak, sampai kata ‘selamanya’ itu sendiri hancur.