little one : O1
heeseung hembuskan nafas lega. baru saja selesaikan laporan yang diminta sang ayah, pun tubuh bersandar santai di kursi ruang kerja.
ah, iya— belakangan ini heeseung tidak pergi ke kantor, toh juga tidak diwajibkan. asal marketing dan laporan tetap jalan, ayah pasti tidak masalah.
mata ditutup sebentar, heeseung berpikir apa yang perlu dilakukan sekarang. kalau sesuai dengan apa yang direncanakan, maka seharusnya sudah bergegas ke shelter karena jam menunjukkan pukul 4 sore.
apabila ingatan heeseung tidak salah, shelter tutup jam 6 sore. perjalanan dari rumah ke tempat itu estimasi kasarnya butuhkan 1 jam lebih. itupun kalau tidak ada kemacetan.
tapi apa perlu pergi ke sana? heeseung membuka matanya, merasa tidak ada guna ia ke sana— hanya untuk mencari mate semata-mata mendiamkan kalimat ibunda yang ribut di pikiran.
bagaimana kalau memang bertemu dengan mate yang akan dicinta seumur hidup?
hati berucap, pikiran terdiam. kadang kala hati selalu menyatakan hal yang benar, dan heeseung adalah orang yang lebih memilih suara hati dibanding pikiran— maka dari itu, kaki jenjangnya berdiri bersamaan dengan tangan menyambar jas hitam di gantungan dekat pintu.
heeseung pergi dengan hati yang senang dituruti, namun pikiran kacau akan didiamkan.
“selamat datang di shelter, tuan. ada yang bisa kami bantu?”
seorang perempuan, sepertinya beta dan sedikit lebih muda darinya, menyapa heeseung saat ia masuk ke tempat yang paling ia hindari.
aduh, mampus. heeseung harus menjawab apa atas pertanyaan yang dilontarkan oleh sang beta tersebut— “uh.. saya hanya mau..” bibir berhenti berucap setelahnya, malah gunakan tangan untuk ekspresikan apa yang ingin dikata.
“ooh, mau mencari mate ya?” pertanyaan hanya untuk memastikan, dijawab heeseung dengan anggukan kikuk. “kalau begitu, langsung masuk saja. disini bebas cari sendiri kok.”
masalahnya sekarang, heeseung seperti sesosok character dalam game ‘the sims’ atau seperti perwujudan dari meme ‘muhammad ibnu’ karena tidak tau mau bagaimana. ia berdiri kikuk di aula tengah, walaupun mata tetap diedarkan kesana kemari secara perlahan.
suara pintu terbuka dari sebelah kanan membuat kepalanya menoleh, dan heeseung membeku. scent harum bunga freesia memenuhi indra penciumannya, terlalu manis hingga hampir membuat kewarasan hilang.
seorang omega— rambut hitam legam, kulit bak salju pertama, berperawakan mungil namun tinggi.
entah berapa lama waktu heeseung habiskan hanya untuk menatap, sampai akhirnya terdengar teriakan dari perempuan yang sebelumnya menyambutnya, “sunghoon! kembali masuk ke kamarmu, ada alpha yang sedang berkunjung.”
ah. namanya sunghoon, toh. heeseung tersenyum sedikit mengetahui nama dari omega yang berhasil membuatnya terpikat, tetapi kemudian alisnya sedikit berkerut bingung mengingat apa yang dikata tadi—
kenapa sunghoon harus masuk kembali ke kamar, sedangkan omega dan beta yang lain sedari tadi dibebaskan untuk bermain disekitar heeseung yang notabenenya seorang alpha?
akhirnya heeseung putuskan untuk memanggil si beta di depan yang ia anggap sebagai penjaga shelter untuk sekarang, yang mana panggilannya langsung dijawab dengan “iya? ada apa, tuan?”
“saya sudah menemukan yang ingin saya jadikan mate.”
perempuan itu tersenyum mendengar perkataan heeseung, “senang mendengarnya, tuan. kalau boleh tau, siapa pilihan tuan?”
“sunghoon.”