ibu.

before you read !!

tw // implied abusive mother, implied manipulation, implied gaslighting


“kenapa, ibu?”

oikawa bertanya tepat setelah kaki injak tangga terakhir yang jadi jembatan antara lantai satu dan lantai dua.

sang ibu hanya menatap melalui mata kecoklatan itu— masih cantik, walau umur sudah 51 tahun. namun dibalik keanggunan ibunda yang duduk di salah satu kursi meja makan, oikawa paham pasti ada sesuatu yang dilakukan hingga ibunda sampai meminta untuk berbicara.

“lelaki tadi, yang mengantarmu. siapa namanya?”

huh?

alis tanpa sadar sedikit berkerut, oikawa bingung. total bingung. ibu.. ibu ingin membahas tentang iwaizumi—berarti yang oikawa rasakan tadi, ketegangan antara ibu dan iwaizumi, memang benar adanya?

“memangnya kenapa, ibu?”

sang ibu menghela nafas. seakan tidak mau menjawab alasan. berakhir menyuruh oikawa, “jawab saja pertanyaannya, nak.”

“iwaizumi.” oikawa hela nafas perlahan, tiba-tiba tercekat entah mengapa, “iwaizumi hajime.”

ada jeda beberapa detik dimana muka ibu berubah horror. akan ketakutan, kecemasan, bercampur jadi satu. tentu, oikawa tidak melewatkannya. ia melihat semua itu dengan jelas.

“kamu.. baru berkenalan dengannya.. kan? iya kan?”

dua pilihan. oikawa bisa berkata sejujurnya, mempercayai sang ibunda yang mana secara tidak langsung jadikan iwaizumi sesosok yang berbahaya, atau oikawa bisa berbohong, memilih untuk melindungi iwaizumi entah dari apa yang sedang ibu pikirkan sekaligus melupakan fakta tadi sempat ada ketakutan terlukis di wajah perempuan yang melahirkannya itu.

dan oikawa memilih untuk berbohong.

“tidak. aku sudah kenal dengannya dari lama, ibu. tapi baru kali ini jalan bersama.”

“jangan bohong, nak. ibu tau kamu hanya punya kenma sebagai temanmu.”

“bukan berarti aku tidak bisa memiliki teman selain kenma. toh juga, dari awal, siapa yang membuatku tidak memiliki teman?”

jujur saja, oikawa sebenarnya tidak mau berkelahi. tetapi lihat, sekarang sang ibunda terdiam— mengetahui bahwa yang salah adalah dirinya. memenjarakan dan mendidik anak dengan keras sedari kecil bukanlah sesuatu yang patut untuk dilakukan hanya karena sang ayah telah pergi.

helaan nafas terdengar, “tetap saja, tooru. ibu mau kamu untuk jauhi iwaizumi. ibu tau dia bukan seseorang yang baik untukmu.”

candaan macam apa ini? oikawa bahkan harus tahan ketawa.

“jangan larang aku, ibu. ibu juga tidak tau iwaizumi orangnya seperti apa dan ini hidupku, biarkan aku mengendalikannya sendiri. maaf, tapi aku sudah lelah mengikuti ibu semenjak aku lahir.”

oikawa berdiri, mengambil tangan kanan sang ibunda untuk dikecup— sebuah kebiasaan apabila ia rasa telah melewati batas— sebelum akhirnya meninggalkan sang ibu sendirian untuk kembali ke kamarnya.