hand to hand.

sialan.

sunghoon mengutuk dibawah nafas, kepala terlalu pusing hingga rasanya seperti ingin meledak. apalagi pinggangnya— saat kaki sentuh lantai sebagai usaha untuk berdiri dari kasur, rasa sakit menyambar layak dipukuli ratusan orang.

apa perlu ia izin tidak masuk sekolah?

tetapi tidak bisa, jake sudah minta tolong file penting itu. lagian, sunghoon yakin sebentar lagi hilang. toh, bukan gejala pre-heat, masih ada waktu sekitar seminggu lagi.

dan dugaan sunghoon benar— sesampainya di sekolah, rasa sakitnya hilang. ia menghela nafas lega sambil berpikir bahwa hari ini tidak seburuk yang ia kira, sampai akhirnya tersadar akan suatu hal.

file yang diminta jake, lelaki itu menyuruhnya untuk di print terlebih dahulu. sedangkan sunghoon, sudah dekat dengan ruang osis, hanya membawa flashdisk miliknya itu.

sebenarnya tidak susah, hanya perlu ke ruang administrasi. masalahnya disini, ruang osis dan ruang administrasi jaraknya jauh. sunghoon menggeram, antara emosi serta malas yang mulai menggerayangi tubuh.

pun akhirnya secepat kilat berbalik badan. kaki sedikit berlari, setelah menyadari sebentar lagi pelajaran pertama mulai. sunghoon juga bisa merasa handphone-nya berdering terus menerus— ia menebak itu ulah jake yang membutuhkan file-nya secepat mungkin.

hanya saja pikiran sunghoon terlalu kalut. tidak sadar akan adanya orang berjalan dari arah berlawanan, sehingga tidak sengaja tubuh menabrak tubuh.

“a-ah astaga, maaf,” sunghoon refleks mundur beberapa langkah lalu menunduk sebagai tanda maaf. saat mata ingin tatap siapa yang ia tabrak, seluruh tubuhnya membeku— tidak, tidak perlu melihat. sunghoon tau jelas siapa.

scent aroma vinyl tua dan uap panas teh hitam itu terlampau familiar, sedari kemarin melekat layak diberi lem pada indera penciuman.

heeseung. ya, tentu saja itu heeseung.

bagai orang-orang bodoh— berdua hanya diam, tatap satu sama lain canggung akan kebingungan mau berbicara atau berlaku seperti apa.

sunghoon mengambil inisiatif pertama, berjalan pelan melewati heeseung tanpa berucap. hampir pergi— jika saja heeseung tidak menahan tangannya.

sontak sunghoon menoleh, nafas tertahan. pikiran kesana kemari memikirkan mengapa heeseung tidak memperbolehkannya pergi.

“hey,” suara heeseung seakan sedikit tercekat di tenggorokan, “lo gak apa-apa?”

hah? memangnya ia kenapa?

sunghoon berkedip cepat. total kebingungan tidak mengerti mengapa heeseung bertanya seperti itu. “a-aku.. aku gak apa-apa, kak.” adalah satu-satunya jawaban yang bisa ia beri.

sesaat bibir heeseung terbuka, lalu tertutup sepersekian detik kemudian. alpha itu tidak jadi berkata apapun di pikiran, tangan akhirnya lepas tangan.

“uhm.. aku duluan ya.” sunghoon buru-buru pergi tanpa buang waktu setelah dilepaskan—

tidak menyadari tatapan heeseung yang sama sekali tidak lepas dari dirinya.