fireflies (part two)

again, this is slight nsfw. but only kissing, though.


lagi-lagi.

oikawa rasa sakit hantam kepala brutal. berteriak kesakitan, meraung-raung nama iwaizumi meminta tolong karena kali ini seperti ditusuk. oikawa tidak kuat.

“tooru— hey, stay with me,” iwaizumi goncang perlahan tubuh oikawa kala sang pemilik coklat terlihat hampir hilang kesadaran.

perkataan iwaizumi saja terdengar sayup di telinga oikawa, kesadarannya mungkin akan hilang kalau saja tidak ada memori yang muncul lagi didalam kepala.

kali ini, tunjukkan dirinya dan seseorang yang kemarin juga muncul, berlarian menangkap kunang di tempat yang sama. layak kemarin, sakitnya pudar dan kesadaran mulai kembali setelah memori itu selesai.

“iwa—iwa-chan..” entah mengapa, oikawa gapai iwaizumi. tarik kembali lelaki itu untuk ia peluk sekuat-kuatnya, bagai telah kehilangan iwaizumi dalam jangka waktu lama.

tentu saja itu buat iwaizumi kaget. lagian, siapa yang tidak kaget jikalau cintamu mendadak menangis penuh pilu lalu berakhir memeluk tanpa peringatan? secara logika, tidak ada. tetapi iwaizumi biarkan. tangan memeluk balik, sama kuatnya, menguarkan kembali kehangatan yang dibutuhkan oikawa.

tidak ada yang menyuruh bercerita, namun bibir oikawa tetap bergerak, “da-dari kemarin, semenjak kita jalan malam, aku selalu mendapat kilasan memori di tempat yang sama kita kunjungin. aku— aku gak tau kenapa, aku ngerasa gak ingat pernah ngelakuin itu semua tapi memorinya kerasa nyata banget,”

“aku jadi bingung itu nyata apa enggak.. iwa-chan, help me.

terdengar helaan nafas diambil iwaizumi, “tooru, boleh kasih tau aku memorimu seperti apa?” suaranya ibarat meminta validasi dan memastikan ulang entah apa yang dipikirkan.

“yang pertama, waktu kita di pantai. aku berlari dengan seseorang yang gak aku kenal, bermain bersama air. yang kedua, tadi barusan. aku mengejar sekaligus mencoba menangkap kunang-kunang, bareng sama orang itu lagi.”

hening. iwaizumi sebenarnya telah buka belah bibir, namun dikatup lagi. ragu— iwaizumi ragu untuk berkata. tetapi apa daya? sekarang sudah waktunya ia ungkap apapun yang disembunyikan dari oikawa.

“tooru, if i said that person was me, will you believe me?

oikawa tarik diri secara kasar, tatap wajah iwaizumi penuh tidak percaya. mata beradu dengan mata. coba cari setitik kebohongan, yang mana oikawa tidak temu satupun.

iwaizumi, lelaki itu berkata sejujurnya. nafas oikawa tersenggal, matanya kembali kabur akan tangisan. ada rasa rindu membuncah di relung, bersamaan dengan munculnya memori akan dirinya bersama seseorang itu— bedanya kali ini wajah seseorang itu tidak lagi tertutup, berganti akan wajah iwaizumi.

i—i believe you, ha-hajime, kamu kemana aja— why.. why did you disappear— w-why did i forget about you?

“waktu akhir sma, ada kejadian yang buat kamu amnesia. i took the blame, and your mother didn’t want me to be with you anymore. i had to disappear. bahkan aku bisa sama kamu sekarang, karena aku minta bantuan kenma.”

kenma— oh. pantas. pantas saja adik tingkatnya itu berlagak aneh kala oikawa bertanya tentang iwaizumi dulu. untuk kejadian yang menimpa dirinya, bisa nanti, bisa dibicarakan kapanpun.

sekarang, fokusnya hanya ke iwaizumi hajime.

runaway, ayo, iwa-chan— take me away and let’s run together so that no one could separate us again.” oikawa terdengar begitu putus asa, kembali tarik iwaizumi mendekat. entah sejak kapan jadi duduk di pangkuan lelaki rambut hitam, kedua dahi menyatu ditambah mata saling tenggelam satu sama lain.

iwaizumi tidak menjawab. malah memajukan wajah. oikawa serasa ingin meletup, perlahan tutup mata, dan—

bibir mereka menyatu, berkecup halus di dinginnya malam.

awalnya tidak ada apa-apa, hanya ingin menyalurkan cinta dan rindu diujung lidah, namun mau bagaimana? berdua sudah dewasa. apalagi sekarang tidak ada orang lain.

tidak cukup— semua ini tidak cukup. oikawa tarik rambut belakang iwaizumi, meminta lebih, tentu saja iwaizumi berkata ‘iya’ dalam diam. siapa pula dirinya untuk menolak oikawa tooru?

berakhir dengan mereka saling rakus lahap bibir, tangan oikawa gemetar tarik atau terkadang acak frustrasi helaian hitam milik iwaizumi ketika geligi bergelutuk geligi, lidah menuai rasa dimana-mana.

“iwa—mmh—iwa-chan,”

“ssh,” iwaizumi lepas barang sedetik, ibu jari usap penuh atensi bibir bawah oikawa yang membengkak, “call me. call my name.

“ha-hajime— hajime—“

kembali, bibir mereka kembali lagi bersatu. dan untuk semalam suntuk, iwaizumi tidak lepas oikawa dari pangkuan, terlalu mabuk akan sang pemilik aksa warna coklat.