Cloud 9 for the Strays (3/3)
Hal pertama yang dilihat ketika keluar dari kamar adalah Heeseung dan Jake— berbincang serius dengan sebuah map terpapar di meja, dari kejauhan terdengar sedang membahas strategi.
Saat mata beralih ke arah korridor kiri, terdapat Riki yang baru saja bergabung— mungkin sudah selesai mengurusi Sunoo. Ada pula Jay yang tertidur di sofa, walau setelahnya terbangun karena Riki mengganggunya.
Ah, sial. Kalau begini, Sunghoon tau pasti melangkah keluar sedikitpun akan ketahuan. Belum ada sedetik berkata dalam benak, Heeseung menoleh— menangkap mata dalam sebuah tatapan lembut.
“My pretty prince,” Heeseung tersenyum, tangan naik sebagai gestur menyuruh mendekati, “Come here, we got something to discuss.”
Dan siapa Sunghoon untuk menolak suruhan dari Heeseung? Kaki melangkah, mendatangi Heeseung yang langsung merangkul pinggang kala ia berdiri disampingnya.
Sunghoon hanya tersenyum, lalu mengarahkan atensi ke meja, mencoba memfokuskan pikiran terhadap tanda-tanda yang dibuat Heeseung dan Jake di map. Tetapi Heeseung mengenalnya— lebih dari siapapun untuk saat ini— sehingga lelaki itu menunduk, menggumam di telinga;
“Lo gak apa-apa, cantik? Wajah lo pucat.”
Ah. Sunghoon tidak tau mau menjawab apa, lidah kelu akan kemungkinan Heeseung mengetahui apa yang sedari tadi merusak pikiran. Menarik nafas gemetar, Sunghoon pasang topeng yang ia gunakan bertahun-tahun lamanya, “Gak apa-apa, cuma capek aja.”
Tau, Sunghoon lebih dari tau bahwa Heeseung menyadari kebohongan yang diucap, namun lelaki itu tidak memaksa lebih lanjut— bisa saja karena sekarang ada yang lebih penting untuk diurus, terutama sudah ada Riki dan Jay menunggu diberi tau rencana yang telah dibuat.
“Oke, karena semua orang sudah disini, gue mau jelasin rencana yang tadi gue buat bareng Jake. Tapi sebelum itu, gue mau kasih tau siapa yang bom kita,” Tangan Heeseung tunjuk bagian atas dari undertown, yang mana Riki langsung menaikkan alis bingung.
“So you're saying Astray is the one who attacked us?” Suara Riki penuh ragu, yang paling muda jelas tau tentang perjanjian tidak tertulis diantara ketiga gang dua tahun lalu.
Heeseung mengangguk, “Yes. Mereka nyerang kita, karena ada yang nyerang mereka— orang-orang itu menyamar jadi salah satu anggota kita. We still don't know the real culprit behind all of this, so we need more information.”
“Bagaimana caranya kita dapetin informasi itu?” Itu Jay, akhirnya bersuara walau terdengar seperti setengah sadar akibat baru bangun.
Lucunya, Sunghoon juga ingin bertanya hal yang sama, sehingga ia hanya diam— menunggu lelakinya untuk menjabarkan rencana yang telah disusun. Ia melirik sedikit, ke samping, ke arah Heeseung yang tersenyum miring seakan telah menang.
“Kita bakal datangin markas Astray.”
Gila. Sunghoon mengerjap, bingung memikirkan alasan mengapa Heeseung malah ingin datangi markas gang di Stayville itu. Yang lain memiliki reaksi sama, bahkan Riki sampai mendengus tidak percaya.
“As we all know, markas Astray ada tiga,” Bukan Heeseung, melainkan Jake yang membuka suara, “Yang di bom hanya satu, markas paling ujung. If we think logically, they'd be in the base that is close to our territory, making it easy not only for them but also for us to show up unpredicted.”
“Oke, jadi kita datangin mereka, habis itu apa?” Sunghoon bertanya, tangan mengetuk tepat di markas yang dibicarakan. Sebenarnya sudah sedikit mendapat gambaran tentang apa yang ingin dilakukan, namun tidak ada salahnya bertanya dan mengkonfirmasi apa yang Heeseung sebenarnya rencanakan.
“Glad you asked, my love,” Heeseung sedikit menggoda Sunghoon, seakan tatapan jijik dari yang lain tidak bermakna—
“We're gonna do a drive-by shooting.”