All Hell Breaks Loose (2/2)

Bising 3 mobil melaju cepat membelah jalanan Stayville saat pertengahan fajar, sepi akan ketidakhadiran para penghuni.

Sunghoon menatap pemandangan yang membentang dari jendela, sedikit susah akibat rifle yang berada di pangkuan. Sebenarnya tidak ada yang terlalu bagus, toh masih berada di bagian undertown Los City, tentu tidak ada yang mewah.

Tetapi beberapa tahun tidak melihat cukup membuat Sunghoon merasa asing. Pegangan pada rifle menguat, rasa tidak aman memasuki relung.

Sebentar lagi sampai ke tujuan. Terlihat dari bagaimana mobil Jay dan Riki sedikit membuka jalan— memberi Sunghoon kemudahan untuk membidik.

Ready, little prince?” Heeseung tersenyum miring, terlihat penuh antusias seakan mereka tidak pergi dengan keadaan perasaan terhambur dimana-mana.

Tetapi Sunghoon juga begitu. Sekarang adrenalin menyita seluruh perasaan, bibir membentuk senyum yang sama seperti lelakinya. “I’m always ready.”

Tepat setelah berucap, satu mata langsung ditaruh di scope, membidik tempat tangki gas kecil milik mobil yang terparkir rapi didepan markas Astray.

Satu, dua, tiga— Hanya tiga detik, Sunghoon menarik pelatuk, dan mobil itu seketika meledak, sebagai sebuah tanda mereka ada disini. Ah, rasanya seperti menang jackpot. Kemampuan menembaknya masih sama, atau mungkin lebih bagus dari sebelumnya.

Ada suara penuh kagum dari kursi pengemudi— Sunghoon menoleh, mendapati Heeseung tercegang penuh kagum. Lelaki itu mengalihkan pandangan kepadanya, hanya sebentar karena atensi harus terfokus pada jalan.

“Bidikan lo akurat, terlalu akurat sampai buat gue agak takut.” Heeseung terkekeh, satu tangan ditaruh di paha Sunghoon yang memerah malu.

Baru saja bibir terbuka untuk membalas perkataan Heeseung, suara Jake dan Jay menggema dari walkie-talkie. Tidak terlalu dengar apa yang mereka bicarakan, namun Sunghoon bisa mendengar seperti “Fuck, that was awesome! Ajarin gue dong kapan-kapan!” Entah siapa spesifiknya yang ucap.

Tak lama kemudian suara Riki juga terdengar, bedanya yang paling muda itu tidak berkata tentang Sunghoon. “Sesuai rencana, kan? Kalau iya, sampai jumpa nanti. Good luck, guys.”

Benar. Mereka ada rencana. Mata Sunghoon seketika beralih ke kaca spion, tertawa kecil melihat banyaknya mobil anggota Astray mengejar mereka.

Secara sigap, Sunghoon arahkan rifle-nya kebelakang, membidik ke arah ban— hanya sekedar melumpuhkan dibanding membunuh. Tidak butuh sedetik untuk Sunghoon membawa bencana bagi beberapa mobil yang telah ditembakinya, menabrak kesana-kemari tidak karuan.

Heeseung tertawa, lelaki itu melihat dari cermin tengah apa yang telah Sunghoon lakukan. Tak hanya akibat Sunghoon saja, tapi Jay juga— ia ikut menembak dari samping, walau tidak setepat Sunghoon.

‘Seharusnya ini sudah cukup,’ Pikiran Sunghoon berucap, badan kembali ke depan, persis seperti posisi saat pertama masuk mobil. Melihat itu, Heeseung langsung membanting stir. Berbalik arah kembali ke markas Astray, melewati mobil-mobil yang sedari tadi ditembaki.

Masih ada beberapa yang mengejar mereka, tetapi itu bukan tugas Sunghoon lagi untuk menghentikan, melainkan menjadi tugas Jake dan Jay.

Tugasnya dengan Heeseung sekarang adalah memancing ketua dari Astray keluar, yang mana saat Alpine A110 berwarna hitam mengejar mereka, keduanya langsung tertawa.

Rencananya berhasil.

Tanpa diketahui Ketua Astray, Heeseung mengarahkannya ke sebuah pertigaan, menimalisir jalan keluar menjadi tiga saja. Satu akan ditutup oleh mobil Riki, satunya lagi oleh mobil Jay dan Jake karena jalan tersebut adalah jalan yang sama dengan aksi kejar-kejaran tadi, lalu jalan satunya diblokir oleh mobil mereka sendiri.

Dan begitu mobil hitam itu terjebak diantara ketiganya, Heeseung keluar dari mobil dengan tangan kosong. Tak perlu takut, karena Sunghoon melindungi dari dalam mobil, begitu pula Riki, Jay, dan Jake. Mereka yang punya kendali.

Ketua Astray pun ikut keluar dari mobil, muka datar namun mata penuh emosi menatap Heeseung.

Long time no see, Chris.” Memang benar, Heeseung lama tidak melihat lelaki kelahiran Australia itu, walau sesekali bertemu sebagai pemimpin dari gang masing-masing.

Chris mendengus, “Yeah, long time no see. Is that why you greet us with a fucking bomb, Ethan?” Tangan hampir mengarahkan pistol ke Heeseung, jika saja dot merah tidak muncul tepat di jantungnya— Sunghoon telah membidiknya.

“Ooh, itu pangeran kecil lo, ya? Gue denger banyak tentang dia,” Kekehan menjeda kalimat, “I wonder how would you feel if I took him as a replacement of my dead crew members.”

Geraman langsung keluar dari belah bibir, diselimuti amarah. “Ini bukan tentang Sunghoon, jangan bawa-bawa dia. Kita disini buat bicara tentang siapa yang ngehasut kita.”

“Ngehasut? Bukannya lo sendiri yang buat masalah ini, dengan ngebom salah satu markas gue, Ethan? Lo gak bisa ngelak, gue lihat sendiri kejadiannya kayak apa.”

“Gue gak ada ngebom markas lo, Chris. At that time, all of my members were having a party. And if it were my doing, I wouldn't come here just to talk with you.”

Penjelasan Heeseung masuk akal, Chris terdiam. Terlihat sedang memikirkan apa perkataan Heeseung benar apa tidak.

Chris berakhir menggumam akibat masih ada keraguan, “Make sense. Seingat gue, orang-orang yang bom markas tadi ada pakai sebuah simbol bintang dan kapal bajak laut, walau ditutupin sama kain. Gue kira itu lo, tapi setelah dipikir-pikir, itu bahkan bukan simbol gang lo.”

Sebentar— Heeseung membulatkan mata. Bintang dan bajak laut? Oh, tidak. Tidak mungkin. Ia lebih dari tau gang-gang yang menggunakan simbol itu, lagian bagaimana bisa ia tidak tau, kalau bertahun-tahun dihabiskan mengawasi segala gerak-gerik mereka akan mencari kebenaran dibalik kematian orang tua-nya?

“Kalau begitu, yang menghasut kita adalah dua gang dari Chesterpolis, Starseeker dan Pirateer. Itu simbol mereka.”

Tepat ketika Heeseung selesai berkata, speaker jalanan berdenging sebentar, sebelum mengeluarkan suara seorang laki-laki,

As expected of The Ace of the Streets, you know us well. Gue Daniel Choi, ketua dari Starseeker dan perwakilan dari Pirateer.”